BAB IV
PERWAKILAN RAKYAT ROMAWI
Kita tidak memiliki catatan atau dokumen otentik tentang masa awal berdirinya Roma; bahkan sangat dimungkinkan bahwa sebagian besar laporan yang diserahkan kepada kita dari periode yang sangat jauh itu hanyalah suatu dongeng; dan bagnian dari buku sejarah mereka yang paling menarik dalam sejarah tiap rakyat, yang saya maksudkan sebagai laporan tentang lembaga mereka, seluruhnya terlepas dari kita. Pengalaman membuat kita setiap hari berkenalan dengan sebab-musabbab dari mana awal munculnya revolusi kerajaan. Karena sekarang tidak ada kesempatan bagi dibentuknya satu rakyat baru, maka kita dapat berbuat agak lebih banyak daripada menerka bagaimana mereka dibentuk.
Adat kebiasaan yang kita jumpai sekarang ini telah terbentuk, dan ini membuktikan bahwa kebijaksanaan itu mempunyai beberapa asal-usul. Dari berbagai tradisi yang menyertai jejak adat kebiasaan ini pada sumbernya, selayaknya kita memandang berbagai kebiasaan yang tampaknya mempunyai paling banyak alasan yang didukung oleh otoritas yang paling baik. Saya berpautan dengan prinsip ini, serta berbagai penelitian saya lakukan untuk menemukan bagaimana rakyat yang paling bebas serta perkasa di dunia menggunakan kekuasaannya yang unggul. Setelah pembangunan Roma, republik itu bangkit dalam kehidupannya, yaitu tentara terbentuk dari orang-orang Alban, Sabine, dan orang-orang asing yang terbagi dalam tiga kelas, yang mengambil dari bagian ini nama suku. Tiap suku dibagi lagi dalam sepuluh curiae, (kelompok kecil rakyat), dan tiap curia ke dalam decuriae (kelompok 10 orang); di atas sub-bagian itu ditempatkan seorang kepala yang disebut curriones dan decuriones. Di samping bagian-bagian ini telah ditarik dari setiap suku satu badan yang terdiri dari seratus orang bangsawan atau kesatria yang disebut "century", dari mana ia muncul bahwa bagian-bagian itu — tidak terlalu penting dalam suatu kota — pada mulanya hanya merupakan suatu lembaga militer. Tetapi tampak seolah-olah kota kecil Roma itu memiliki naluri untuk menjadi besar, dan seketika membentuk badan politik yang sesuai bagi suatu ibu kota dunia.
Suatu kendala segera muncul dari bagian pertama ini. Sementara suku Alban, dan suku Sabine yang terus berkembang dari jumlah aslinya, suku orang asing yang terus meningkat karena orang banyak yang berhimpun di Roma, segera melebihi kedua suku lainnya. Obat penawar yang digunakan oleh Servius terhadap ketidakseimbangan yang berbahaya ini, merupakan satu perubahan dalam cara membagi rakyat. Ia menghapuskan pelbagai bagian yang terdiri dari berbagai ras serta menggantikannya dengan bagianbagian lain, yang terdiri dari orang-orang yang dibagi lagi dalam kelompokkelompok menurut bagian kota yang didiami oleh tiap suku. Dari tiga suku itu ia membuatnya menjadi empat suku. Masing-masing suku mendiami salah satu bukit di Roma, dan mengambil namanya dari bukit itu. Jadi, setelah menanggulangi ketidaksamaan itu Servius mengambil tindakan kem bali untuk melawan terjadinya penyatuan itu. Ia menetapkan bagian ini sebagai suatu kesatuan yang utuh. Bukan hanya tempatnya, tetapi juga orang-orangnya dengan melarang mereka yang bertempat tinggal dalam satu wilayah untuk pindah ke wilayah lain. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembauran ras.
Ia pun melipatduakan tiga badan kesatria abad kuno dan menambahkan dua belas badan lagi, tetapi masih menggunakan nama kuno — satu metode yang sederhana serta bijak untuk membedakan berbagai badan kesatria dengan badan-badan rakyat, tanpa memberikan kepada yang terakhir suatu sebab untuk menggerutu.
Kepada ke-empat suku-kota ini, Servius menambahkan lima belas suku lainnya yang disebut suku-desa (country tribes). Suku itu dibentuk dari penduduk desa yang dibagi ke dalam banyak cantons (bagian kecil dari suatu negara). Beberapa kanton kemudian diperbanyak lagi dengan yang baru. Orang Romawi menemukan dirinya paling tidak dibagi ke dalam tiga puluh lima suku. Mereka tetap dipisahkan dalam sejumlah kanton tersebut, sementara republik itu berkembang terus.
Karena adanya kesenjangan antara ’’suku-kota”’ (city tribes) dan ”suku desa” (country tribes), maka muncul satu akibat yang pantas memperoleh perhatian. Sebab, kita tidak mempunyai contoh lain dari suatu kesamaan sifat, dan karena Roma berhutang kepadanya mengenai pemeliharaan moralitas serta peningkatan kerajaannya. Adalah wajar untuk menganggap bahwa ’suku kota” itu secara di luar hukum akan segera menentukan dirinya sendiri sebagai kekuasaan serta memiliki kehormatan yang paling tinggi, dan mencoba merendahkan suku-desa dengan berbagai cara yang mungkin: faktanya secara tepat dilakukan dengan jalan lain. Masalah memihak dari orang-orang Romawi pertama terhadap satu kehidupan pedesaan dikenal dengan baik. Masalah memihak ini datang dari pelembaga (institutor) mereka yang bijak, yang menyatukan kebebasan dengan kerja kasar serta kerja militer. Pada waktu yang sama ia telah mengasingkannya ke kota seni untuk petualangan, intrik, kekayaan dan perbudakan.
Jadi, warga negara yang paling mulia yang pernah dibanggakan oleh Roma, bertempat tinggal di sawah serta mengolah tanah. Di sanalah bangsa Romawi mencari para pendukung republik. Kehidupan pedesaan semacam ini dipilih oleh kaum bangsawan yang paling mulia hingga membuat kehidupan itu dihormati secara universal. Kehidupan seorang petani yang sederhana dan susah-payah sangat disukai daripada yang tidak berguna dan malas seperti kaum burgess Roma (penduduk kota yang mempunyai hak pilih), sehingga mereka yang seharusnya hanya merupakan rakyat jelata yang sengsara (proletarian) di kota menjadi seorang warga negara yang dihormati, dan sebagai seorang pekerja ladang. Varro mengatakan, ”Bukan tanpa sebab, nenek-moyang kita yang murah hati di desa membuat kebun bibit bagi orang-orang yang tetap serta gagah berani yang di waktu perang harus mempertahankan serta melindungi mereka, dan menyediakan nafkah hidup bagi mereka di waktu damai”’. Pliny mengatakan secara positif, para suku kasar di pedesaan itu ditakzimkan oleh orang-orang yang memberikan ketenangan kepada mereka. Sementara suku-kota dianggap demikian hina.
Orang-orang yang tak berharga itu diserahkan kepada mereka sebagai suatu tanda penghinaan. Ketika Appins Claudius the Sabine datang menetap di Roma, namanya dicatat dalam salah satu suku pedesaan sebagai tambahan pada kehormatan lainnya yang dianugerahkan kepadanya, yang kemudian mengambil nama keluarganya. Akhirnya, orang-orang yang dibebaskan¹ boleh masuk ke dalam suku kota, dan sebaliknya mereka tidak diperbolehkan masuk ke dalam suku pedesaan. Meskipun karena dengan izin itu mereka menjadi warga negara, tidak ada contohnya, selama republik itu berdiri salah seorang yang dibebaskan itu bagaimanapun dapat menikmati suatu jabatan dalam kantor kehakiman.
Dalil ini, kendati merupakan suatu dalil yang baik, didorong sepanjang waktu agar pada akhirnya dapat mendatangkan suatu perubahan. Sudah tentu hal ini merupakan suatu penyalahgunaan dalam sistem politik. Pertama, sesudah untuk waktu yang lama para pengkritik menggugat hak pemindahan warga negara dari satu suku ke suku lainnya dengan cara yang sewenang-wenang, diizinkan kepada sebagian besar mereka untuk mendaftarkan namanya dalam suku apa pun yang mereka pilih; suatu izin yang tidak dapat digunakan dan merusak suatu cara yang sangat baik untuk melancarkan kritik. Selain itu, semua orang besar serta yang berkuasa mendaftarkan namanya dalam suku pedesaan, dan mereka yang dibebaskan sebagai budak serta yang telah menjadi warga negara tetap tinggal dengan rakyat jelata dalam suku-suku kota. Semua suku pada umumnya tidak dapat bertahan lebih lama dengan tempat kediaman tetap sebagai wilayahnya, dan menjadi demikian berbaur antara suku yang satu dengan lainnya. Hanya dengan registrasi seseorang dapat diketahui termasuk suku apa ia berasal. Dengan demikian arti kata "suku" tidak lagi digunakan terhadap suatu bentuk badan yang sesungguhnya, tetapi beralih terhadap pribadi atau hampir menjadi suatu khayalan.
Demikian pula sering terjadi bahwa suku-kota dengan serta-merta acapkali menemukan diri mereka sendiri menjadi lebih kuat di dalam Comitia (perwakilan rakyat Romawi), dan menjual negara kepada orang-orang semacam itu seolah-olah menjadi dasar yang cukup untuk membeli suara orang-orang celaka yang membentuk mereka.
Dengan memperhatikan masalah curiae, setelah institutor mendirikan sepuluh curiae dalam tiap suku, semua rakyat Roma yang ketika itu dikurung dalam tembok kota menemukan diri mereka sendiri terbagi ke dalam tiga puluh curiae, yang masing-masing mempunyai candi, dewa, pejabat serta pendetanya sendiri; dan festival yang sering diselenggarakan disebut compitalia yang serupa dengan paganalia, yang kemudian ditegakkan oleh berbagai suku pedesaan.
Dalam pembagian baru menurut Servius, ketigapuluh curiae tidak dapat dibagi sama di antara keempat suku itu, dan ia tidak sudi menyentuh mereka. Sejak itu mereka menjadi bagian lain dari penduduk Roma, bebas dari suku. Tetapi, permasalahan yang menyangkut curiae itu tidak dijumpai, apakah dalam suku pedesaan atau di antara rakyat yang tergolong kaumnya. Sebab, seluruh suku itu kemudian dipertimbangkan sebagai suatu badan sipil, dan memperkenalkannya dengan cara lain untuk mendirikan pasukan, divisi militer dari Rumulus dianggap berlebihan. Jadi, kendati tiap warga negara telah terdaftar sebagai warga beberapa suku, namun banyak dari mereka yang tidak termasuk ke dalam curia.
Servius menambahkan bagian lain pada kedua bagian ini, yang menunjang tanpa menyerupai pada salah satu dari bagian-bagian itu, dan menjadikan harta-bendanya sebagai yang paling penting dari ketiga bagian tersebut. Ia membagi seluruh rakyat Romawi ke dalam enam kelas yang tidak dibedakan tempat serta pribadinya, tetapi oleh perbedaan kekayaannya. Cara membaginya ialah kelas pertama meliputi golongan kaya, kelas terakhir mencakup orang-orang yang paling melarat, dan kelas menengah diisi oleh mereka yang menikmati nasib moderat.
Ke-enam kelas ini kemudian dibagi lagi menjadi seratus sembilan puluh tiga badan lainnya, yang disebut "centuries”. Badan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga kelas pertama saja meliputi lebih dari separuh centuries itu, dan kelas terakhir hanya merupakan satu badan belaka. Jadi, kelas yang diisi paling sedikit orang justru mempunyai paling banyak centuries. Sementara seluruh kelas yang paling rendah yang sifatnya mandiri, mencakup lebih dari separuh penduduk Roma, yang hanya dihitung sebagai suatu sub-divisi (cabang).
Untuk mencegah agar rakyat tidak melihat sebelumnya akan konsekuensi dari penetapan badan ini, Servius berpura-pura mengalihkannya ke dalam suasana militer: ia memperkenalkan dua badan (centuries) pembuat senjata ke dalam kelas kedua, dan dua badan (centuries) pembuat peralatan perang untuk kelas empat. Dalam tiap kelas, kecuali kelas yang terakhir, ia memperbedakan orang muda dari yang tua, yaitu orang-orang yang diwajibkan membawa senjata. Suatu perbedaan yang membuat jauh lebih penting- ketimbang sesuatu yang relatif dapat dilakukan terhadap kekayaan, yang acapkali melakukan penghitungan atau sensus. Untuk melengkapi rencananya, ia mengarahkan agar pertemuan dilangsungkan di dalam campus Martius serta memerintahkan kepada semua orang yang menurut tingkat umurnya harus masuk dalam dinas militer supaya datang ke pertemuan dengan membawa senjata.
Alasan mengapa Servius tidak mendirikan divisi muda dan tua dalam kelas terakhir, ialah karena rakyat umum yang termasuk dalam kelas itu tidak diizinkan memperoleh kehormatan memanggul senjata bagi negaranya. Seseorang harus mempunyai hati untuk memperoleh hak itu guna mempertahankan negaranya: dari pasukan pengemis yang tidak terhitung jumlahnya, yang seKarang hidup dengan megahnya dalam tentara kerajaan barangkali hampir tidak seorang pun yang tidak akan diusir dengan penghinaan dari sekelompok orang Romawi, yang pada suatu ketika para serdadu menjadi pembela kebebasan.
Bagaimanapun juga terdapat perbedaan dalam kelas terakhir antara rakyat jelata (proletarians) dan orang-orang yang disebut capite censi.6 yang pertama, yang tidak absolut miskin dari semua kekayaan memberikan warga negara kepada negara, dan kadangkala para serdadu ketika timbul keperluan yang mendadak. Yang terakhir, yang tidak memiliki sesuatu apa pun hanya dapat dihitung dengan kepalanya dan dipertimbangkan sebagai sesuatu yang tidak ada. Martius adalah orang yang pertama mendaftar setiap orang.
Tanpa menentukan apakah divisi ketiga itu baik atau jahat dalam dirinya, saya percaya mungkin dengan aman saya membenarkan bahwa tidak ada sesuatu kecuali kesederhanaan cara dari orang Romawi pertama, ketidakkacuhannya, seleranya akan pertanian, dan penghinaan mereka pada perdagangan serta kekayaan, dapat menjadi metode membagi rakyat dalam kelas-kelas untuk dipraktikkan. Di manakah terdapat rakyat yang berpendangan moderen, yang kekikirannya membinasakan, semangat intriknya yang tidak pernah mengenal puas, perubahan situasi yang terus berlangsung, dan tidak pernah menghentikan revolusi untuk perbaikan nasib, akan demikian menderita selama dua puluh tahun tanpa menjatuhkan negara itu? Namun, kita harus ingat bahwa moralitas dan sensor yang lebih kuat ketimbang lembaga ini memeriksa kejahatan umum di Roma dan orang-orang kaya yang terlalu banyak memperhitungkan mereka, dibuang ke dalam kelas-kelas golongan melarat.
Karena kesemuanya ini mungkin dengan mudah kita melihat alasan mengapa kita langka menemukan lagi selain lima kelas yang disebutkan, meski ternyata ada enam kelas. Karena kelas ke-enam tidak diperlengkapi dengan para serdadu untuk tentara dan pula bukan pemilih untuk Campus Martius,7 maka kelas itu hampir tidak berguna dalam republik. Mereka dibuat menjadi kecil atau tidak ada artinya sama sekali.
Demikianlah perbedaan divisi rakyat Romawi. Marilah kita sekarang melihat akibat yang mereka timbulkan dalam berbagai majelis. Majelis ini bila dipanggil untuk bersidang secara legal, disebut comitia. Biasanya berbagai rapat diselenggarakan di lapangan umum di Roma atau di Campus Martius, dan dibedakan dengan nama Comitia Curiata (Komite Pembuat Undang-undang), Comitia Centurata (Komite yang berkuasa mengumumkan perang dan mengangkat pejabat tinggi) dan Comitia Tributa (Komite plebisita), sesuai dengan bentuk di bawah siapa mereka diundang untuk bersidang. Comitia Curiata didirikan oleh Romulus; Comitia Centuriata oleh Servius; dan Comitia Tributa oleh para hakim rakyat. Tidak ada hukum yang dapat diratifikasi, tidak ada hakim dapat dipilih selain dalam comitia; dan karena tidak ada seorang pun yang namanya tidak tampak terdaftar dalam beberapa curia, century atau suku, sudah tentu tidak ada seorang pun yang dikeluarkan dari hak pilih. Oleh karena itu rakyat Romawi benar-benar berdaulat, baik dalam hak maupun dalam faktanya.
Ada tiga kondisi yang diperlukan untuk membuat comitia sebagai suatu majelis yang syah, dan menandai segala tindakan yang diterima dalam sidang itu dengan kekuatan hukum: pertama, bahwa majelis diundang bersidang oleh suatu badan atau seorang hakim, yang pada waktunya diberi kekuasaan oleh hukum untuk mengundang mereka bersidang; kedua, bahwa persidangan itu hendaknya diadakan pada salah satu hari yang diizinkan; dan ketiga, bahwa isyarat akan dilangsungkannya sidang itu dilaporkan oleh para tukang ramal, harus bertuah.
Alasan bagi peraturan pertama tidak memerlukan penjelasan. Yang kedua adalah peraturan polisi: karena penyelenggaraan comitia itu dilarang pada hari-hari festival atau pasaran bila orang-orang pedesaan datang ke Roma untuk keperluan bisnis. Pada saat demikian, mereka tidak mempunyai waktu untuk menggunakan hari itu pada pertemuan umum. Yang ketiga, melaksanakan tugas semacam pemeriksaan Senat untuk menguasai rakyat yang berbesar hati serta tidak tenang, dan mengurangi semangat para pejabat yang kadangkala bersifat durhaka. Tetapi, yang terakhir ini menemukan lebih dari satu alat untuk menyingkirkan kendala itu.
Hukum dan pemilihan para kepala bukanlah satu-satunya masalah yang tunduk pada keputusan comitia. Sebab, rakyat Roma merebut sebagian besar fungsi pemerintah yang penting, dan semua urusan Eropa diatur dalam suatu cara di dalam sidang itu. Keanekaragaman tujuan mewajibkan comitia mengambil berbagai bentuk dalam sidang ini menurut permasalahan yang harus dibicarakan.
Untuk menilai secara tepat bentuk yang bermacam-macam itu adalah cukup dengan memperbandingkannya. Disain Rumulus dalam mendirikan curiae ialah untuk mengawasi Senat oleh rakyat, dan mengawasi rakyat oleh Senat, sementara ia secara bersama mendominasi keduanya. Oleh karena itu, dengan badan ini ia memberi semua jumlah kekuasaan kepada rakyat, sebagai suatu alat pembuat keseimbangan otoritas kekuasaan dan kekayaan yang tinggal bersama kaum bangsawan. Tetapi, menurut semangat monarki ia masih meninggalkan keuntungan besar pada pihak bangsawan karena pengaruh yang harus dimiliki oleh para rekanan mereka atas mayoritas suara. Lembaga pelindung serta rekanan yang terpuji ini adalah suatu pekerjaan politik yang sangat indah, yakni sama baiknya dengan pekerjaan kemanusiaan. Tanpa tata-tertib, bangsawan yang bersikap melawan terhadap semangat republik yang sejati tidak akan dapat dipertahankan. Roma sendiri mempunyai kehormatan untuk memperlihatkan kepada dunia suatu contoh lembaganya yang mulia — suatu lembaga yang tidak pernah menerbitkan kejahatan dan yang tidak pernah ditakuti.
Karena keadaan curiae yang bersikap keras di bawah raja, sampai pada zaman servius dan pemerintahan Tarquin. yang terakhir tidak dianggap legal, maka pada umumnya hukum kerajaan diperbedakan dengan nama leges curiatae (undang-undang curia).
Pada zaman republik, curiae dibatasi pada empat suku-kota, dan akibatnya hanya terdiri dari rakyat jelata Roma yang tidak sepadan dengan senat dan yang mengarah pada tata-tertib bangsawan. Demikian pula terdapat ketidaksepadanan dengan para pejabat Roma kuno. Sebab, kendatipun para pejabat ini adalah rakyat jelata, mereka pun memimpin orang-orang yang berada dalam keadaan senang. Jadi, curiae jatuh dengan memperoleh nama buruk, dan akhirnya mereka mengalami kemunduran yang begitu ekstrim sehingga tiga puluh lictors (pejabat yang bertugas sebagai hakim tinggi Romawi) digunakan untuk melangsungkan sidang serta melaksanakan apa yang seyogyanya dilakukan oleh comitia curiata.
Divisi oleh centuries adalah demikian menguntungkan bagi aristokrasi sehingga mengejutkan senat yang tidak selalu membawa masalahnya ke dalam comitia yang menopang nama mereka memilih para konsul, pejabat sensor dan para hakim lainnya. Kenyataannya, dari seratus sembilan puluh tiga centuries yang membentuk keenam kelas itu serta yang meliputi seluruh rakyat Romawi, kelas pertama mencakup sembilan puluh centuries. Suara bagi tiap kelas adalah satu untuk tiap century. Dengan demikian kelas pertama sendiri mempunyai lebih banyak suara ketimbang lima kelas lainnya bersama-sama. Bilamana semua centuries dari kelas pertama ini mengambil suara dengan aklamasi, maka suara centuries dari kelima kelas lainnya bahkan tidak dikumpulkan. Apa yang diputuskan oleh jumlah paling kecil ditinggalkan untuk suatu keputusan dari jumlah besar; dan mungkin dapat dikatakan bahwa dalam comitia centuriata berbagai urusan diatur oleh sejumlah besar uang ketimbang dalam suara.
Tetapi otoritas yang eksrim ini dibuat moderat dengan suatu alat ganda. Pertama, para pejabat pilihan rakyat, baik sebagai peraturan maupun sebagai suatu jumlah besar rakyat jelata yang berada dalam kelas golongan kaya, membuat seimbang kepercayaan kaum bangsawan di kelas pertama ini.
Kedua, daripada memiliki suara centuries karena urutan pangkat yang akan berarti selalu mulai dengan nomor pertama, dibuat suatu peraturan yang digunakan untuk memilih seorang dengan undian, dan terus berjalan sendiri menuju pemilihan. Bilamana telah berlangsung, centuries lainnya pada hari berikutnya diundang menurut pangkat mereka dan mengulang kembali pemilihan yang sama, dan pada umumnya terjadi bahwa mereka membenarkan keputusannya. Jadi, apabila otoritas sebagai suatu contoh dihapuskan dari kepangkatan serta dibuat tergantung pada undian, maka hal itu merupakan suatu cara yang lebih sesuai dengan prinsip demokrasi.
Masih dalam rangkaian metode ini terdapat kesempatan lebih lanjut. Sebab, selama waktu antara dua pemilihan, orang-orang pedesaan mempunyai waktu untuk memberikan informasi kepada mereka sendiri mengenai jasa calon dari yang dicalonkan secara darurat hingga mereka tidak harus memilih dalam keadaan ketidaktahuan. Tepat pada waktunya kebiasaan ini dihapus dengan dalih mempercepat urusan, dan kedua pemilihan itu dilangsungkan pada hari yang sama.
Sebenarnya comitia tribuna adalah Dewan Rakyat Romawi. Mereka dipanggil untuk bersidang hanya oleh para hakim rakyat. Dalam sidang ini para hakim rakyat dipilih dan mereka menerima plebisita. Para senator bukan hanya tidak mempunyai pangkat dalam comitia tributa, mereka bahkan tidak mempunyai hak untuk datang atau hadir. Sehingga mereka dipaksa tunduk pada hukum, yang dalam menegakkannya mereka tidak mempunyai suara. Dalam hubungan ini para senator lebih kurang kebebasannya ketimbang warganegara yang paling hina sekalipun. Ketidakadilan ini adalah sangat tidak banyak, dan cukup sendiri untuk membuat suatu dekrit dari suatu badan tidak berlaku atau syah, di mana semua anggotanya tidak diakui. Jikalau semua bangsawan datang pada comitia itu karena kebajikan hak yang mereka miliki sebagai warganegara, semata-mata hanya sebagai individu tersendiri. Mereka jarang dapat mempunyai pengaruh dalam berbagai keputusan, di mana suara-suara diambil dengan menghitung kepala dan rakyat jelata yang paling hina sekalipun mempunyai satu suara yang sama baiknya seperti kepala senat.
Jadi, kita melihat bahwa selain urutan yang merupakan suatu hasil dari berbagai cara menghitung suara rakyat yang begitu besar, berbagai metode tidak dapat dikurangi untuk membentuk ketidakacuhan dalam diri mereka sendiri, tetapi setiap dari mereka memproduksi sesuai dengan tujuan lembaganya.
Tanpa memasuki lebih lanjut ke dalam detil yang panjang, ia harus tampak dari laporan yang telah diberikan, bahwa comitia tributa adalah yang paling menguntungkan bagi pemerintah umum dan comitia centuriata bagi aristokrasi. Mengenai comitia curiata, di mana rakyat jelata Roma sendiri merupakan suatu mayoritas seperti tampak mereka kiranya tidak menjawab maksud seseorang, melainkan maksud yang menguntungkan raja lalim dan segala macam rencana jahat. Mereka kemudian jatuh ke dalam nama yang demikian buruk. Bahkan orang-orang durhaka menghindarinya kalau-kalau hendak berkhianat, dengan kekhawatiran bahwa dalam pikirannya mereka mempunyai beberapa rencana gelap. Sudahlah pasti, dalam comitia centuriata sendiri semua keagungan rakyat Romawi diperagakan. Mereka sendiri adalah lengkap, sebab comitia curiata mengeluarkan para suku pedesaan, dan comitia tributa mengeluarkan kaum senat dan para bangsawan.
Pada hari-hari pertama Roma, cara pengambilan suara adalah sama sederhananya dengan cara yang dilakukan oleh penduduk, kendati kurang sederhana dari di Sparta. Tiap pemilih memberikan suaranya dengan berteriak, dan seorang sekretaris akan mencatat dalam suatu daftar. Mayoritas suara dalam tiap suku dipertimbangkan sebagai suara rakyat. Peraturan yang sama dilaksanakan dengan respek terhadap curiae dan centuries. Ini adalah cara yang bijak selama kejujuran memerintah berlangsung di antara warga negara, dan tiap individu merasa malu untuk mengumumkan sanksi dari suaranya terhadap suatu sebab yang tidak adil serta tidak patut. Bilamana rakyat menjadi cukup korup dengan menjual suaranya, adalah perlu hendaknya suara itu diberikan secara rahasia. Dengan maksud untuk menahan para pembeli suara dengan kecurigaan serta memberi kesempatan kepada para penjahat agar tidak menjadi pengkhianat.
Saya tahu, bahwa Cicero mengutuk perubahan ini dan mengaitkannya pada perubahan itu dalam bagian keruntuhan republik. Kendatipun di sini Saya mengakui bobot otoritas Cicero, maka saya tidak dapat menyetujui pendapatnya. Saya malahan berpikir sebaliknya, bahwa jatuhnya Roma dipercepat oleh keinginan yang cukup dari perubahan semacam itu. Sebab, sebagai suatu resimen yang baik bagi orang-orang yang sehat, tidak akan cocok dengan orang-orang yang cacat (invalid). Demikian pula suatu rakyat yang dikorup tidak bisa diperintah dengan hukum yang sama, yang sesuai bagi rakyat yang baik. Tidak ada yang dapat melukiskan dalih ini melebihi negeri Venesia, yang republiknya masih terus berjalan atau paling sedikit terdapat adanya kesamaan, sebab tidak ada alasan lain kecuali hukum disesuaikan bagi pemerintahan orang-orang jahat.
Demikianlah alasannya, mengapa surat suara dibagikan kepada para warga negara. Dengan surat suara itu setiap orang dapat memilih tanpa ada seorang pun yang mengetahui kepada pihak siapa suaranya diberikan. Bentuk atau tata-cara baru yang ditegakkan untuk mengumpulkan surat suara, penghitungan sura, perbandingan jumlah dan lain sebagainya. Semua ini tidak mencegah adanya kecurigaan terhadap keingkaran di kalangan perwira yang dikerjakan pada kesempatan ini,’ dan sejumlah pengumuman resmi pemerintah diterima untuk mencegah adanya intrik serta perdagangan suara. Keadaan demikian membuktikan bagaimana tidak bergunanya mereka itu.
Menjelang tahun terakhir dari republik itu, acapkali terdapat suatu kebutuhan untuk kembali lagi pada upaya luar biasa guna menambah kekurangan yang terjadi dalam hukum itu. Kadangkala isyarat ditarik dari yang dianggap keajaiban. Tetapi, ini hanya dapat memperdayakan rakyat tanpa memberikan akibat apa pun atas orang-orang yang memerintah mereka. Kadangkala apabila diamati, rakyat siap untuk memberikan suaranya pada suatu masalah yang tidak layak. Seluruh waktu sidang dihabiskan dalam pidato mendesak yang berkepanjangan. Namun ambisi menemukan alatnya guna menyingkirkan semua skema ini; dan — apa yang paling tidak dapat dipercaya — di tengah-tengah semua keburukan ini disebabkan oleh kebajikan peraturan kuno mereka. Rakyat yang sangat besar jumlahnya itu tidak pernah berhenti dari upayanya memilih hakim mereka, menerima hukum, memutuskan kasus serta menyegerakan semua urusan, apakah itu sudah menjadi sifat dasar umum atau pribadi, yang hampir sama banyaknya kemudahan sebagaimana mereka dapat melaksanakannya sendiri dalam senat.
« Prev Post
Next Post »