BAB I
KEHENDAK UMUM TIDAK DAPAT DIHANCURKAN
Sejauh beberapa orang bersatu dan menganggap dirinya sebagai suatu kesatuan, berarti mereka hanya mempunyai satu kehendak yakni meningkatkan keselamatan bersama dan kesejahteraan umum. Sementara persatuan ini berlanjut, semua sumber daya negara akan bersahaja dan bersemangat, dan semboyan yang mereka atur akan menjadi sangat jelas serta dapat dipahami. Tidak akan ada sesuatu yang menghebohkan serta tidak akan ada kepentingan yang saling berlawanan. Kebaikan kehendak bersama jelas terdapat di mana pun, dan tidak ada sesuatu pun yang diperlukan selain pengertian yang masuk akal untuk sama-sama dirasakan. Perdamaian, persatuan dan persamaan merupakan musuh dari kepeIikan politik. Mereka yang memiliki integritas serta kesederhanaan sulit sekali dikelabui karena kesederhanaannya: bujukan serta dalih yang halus tidak menyesankan me- reka, dan bahkan mereka tidak cukup cerdik untuk menipunya. Apabila kita melihat di antara rakyat yang paling berbahagia di dunia, kelompok para petani mengurus urusan negara di bawah sebating pohon ek, dan mereka selalu bertindak dengan bijaksana. Dapatkah kita menolong terhadap mereka yang memandang rendah segala perbaikan bangsa, yang membuat dirinya termasuk serta tidak disenangi karena terdapat demikian banyak kegiatan seni dan misteri?
Negara yang diperintah demikian itu membutuhkan sedikit sekali hukum. Apabila terpaksa untuk mengumumkan dengan resml hukum baru, keharusan itu dapat dipahami secara universal. Orang yang mengusulkan adanya hukum baru itu hanya mengatakan, bahwa keharusan itu adalah sesuatu yang telah dirasakan oleh semua orang. Baik faksi maupun yang pandai berpidato tidak diperlukan untuk memperoleh bagian dari suatu tindakan yang dilakukan karena setiap orang telah memutuskan persetujuannya, secepat ia yang bahwa orang lainnya pun akan bertindak bersamanya.
Apakah yang menyebabkan para pemikir kita tersesat pada masalah ini karena mereka menganggap negara itu yang semula tidak baik dibangun, dan mengira bahwa tidak akan mungkin mengikuti sistem kebijaksanaan yang sederhana seperti yang saya anjurkan. Mereka membesar-besarkan kenyataan bahwa di London atau di Paris, seorang penipu ulung yang licik atau seorang pandai berpidato yang suka menyindir dapat membujuk rakyat untuk mempercayai kemustahilan yang mengegelikan. Mereka tidak mengetahui bahwa Cromwell akan disoraki oleh rakyat di Bern, dan Duke of Beaufort akan mengalami suatu tindakan disiplin dari penduduk Jenewa yang mungkin tidak ia kagumi.
Tetapi ketika ikatan sosial pada suatu saat mulai mengendur dan negara tumbuh dengan lemahnya, ketika kepentingan pribadi mulai memegang kendali pimpinan, dan masyarakat kecil mempunyai pengaruh terhadap masyarakat yang lebih besar, maka kepentingan bersama berubah dan banyak menjumpai perlawanan: tidak ada lagi kebulatan pendapat; kehendak umum tidak lagi merupakan kehendak semua orang; segala sesuatu saling diperebutkan; dan nasihat terbaik tidak pernah disetujui tanpa banyak pertengkaran dan pertentangan. Akhirnya ketika negara yang berada di tepi jurang kehancuran hanya mendukung suatu bentuk yang sia-sia serta menyesatkan, dan ikatan sosial tidak lagi dapat mempersatukan hati semua rakyat, dan ketika nama suci kebajikan umum digunakan untuk menutupi kepentingan yang paling hina, maka kehendak umum dibungkam. Setiap orang yang dikendalikan oleh motif rahasia, tidak lagi memberikan pendapatnya sebagai seorang warga negara, seperti negara itu tidak pernah ada. Segala dekrit yang dikeluarkan tidak lain bertujuan demi kepentingan pribadi, kemudian dinyatakan sah, dan reputasi hukum dipalsukan.
Tetapi, dapatkah terjadi kehendak umum itu dihancurkan atau dikorupsikan? Tidak! Kehendak umum itu selalu akan tetap konstan, tidak dapat diubah dan senantiasa murni. Namun ia dapat ditempatkan lebih rendah dari kehendak lainnya yang mendominasinya. Dalam keadaan demikian, kendati setiap individu melepaskan kepentingannya dari kepen- tingan bersama dan ia berpendapat adalah mustahil memisahkan kepentingan itu sepenuhnya. Pembagian yang diperoleh dari penyakitl bersama itu tampak bila dibandingkan dengan beberapa keuntungan pribadi yang diterimanya. Hanya dalam sasaran yang bersifat khusus tampak dikecualikan. Dalam setiap hal ia ingin seperti warga lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum atas tanggungjawabnya sendiri. Bahkan dengan menjual suaranya untuk mendapatkan uang, ia tidak merusak kehendak umumnya sendiri, dan ia hanya mengelakkannya. Kekeliruan yang dibuat orang semacam itu mengubah pertanyaannya, dan menjawab sesuatu lain dari apa yang ditanyakan dengan suaranya yang mengatakan, "Adalah menguntungkan bagi negara" ia mengatakan, "Adalah menguntungkan bagi seorang semacamnya, atau bagi partai semacam itu, bahwa mosi semacam itu disahkan”. Jadi, hukum untuk mengatur majelis umum tidak demikian banyak diharapkan guna mempertahankan kehendak umum sebagaimana mengulangi pertanyaan yang sepenuhnya serta sejelasnya, dan atas dasar itulah kehendak ditentukan.
Saya dapat membuat banyak celaan tentang hak pemungutan suara yang sederhana dalam semua usaha yang bertalian dengan semua tindakan kedaulatan — suatu hak yang siapa pun tidak dapat mencabutnya dari para warga. Demikian pula mengenai hak menyatakan pendapat, mengajukan usul, membagi serta mendiskusikan permasalahan, pemerintah semata-mata selalu hanya mengamati para anggotanya sendiri. Tetapi, masalah yang begitu penting ini memerlukan uraian tersendiri karena kita tidak dapat dipahami dalam hubungannya dengan apa yang saya sedang tulis dewasa ini.
BAB II
TENTANG SUARA
Semua uraian yang terdahulu jelas mengungkapkan bahwa cara menghantarkan permasalahan umum merupakan kriteria paling baik untuk menilai moralitas serta kesejahteraan negara hukum. Dalam perbandingan pada derajat persesuaian yang berlaku dalam majelis yaitu semakin opini mendekati kebulatan suara, kehendak umum akan semakin dominan; sementara kegaduhan, percekcokan dan perdebatan yang berkepanjangan mewarnai pengaruh kekuasaan kepentingan pribadi dan situasi negara yang sedang menurun.
Hal ini tampak kurang jelas bilamana dua atau lebih golongan memasuki ke dalam susunan itu, sebagaimana dilakukan oleh golongan bangsawan (patrician) dan rakyat jelata (plebeian) di Roma, bahkan dalam hari perkembangan republik paling jaya, dan pertengkaran mereka seringkali mengganggu comitia (Badan Perwakilan Raykat Romawi) itu. Tetapi, ini lebih bersifat lahiriah ketimbang suatu pengecualian yang nyata. Sebab, oleh suatu cacat yang terpaut dalam negara hukum itu terdapat dua negara menjadi satu seperti adanya: apa yang tidak benar bagi keduanya secara bersama adalah benar bagi masing-masing secara terpisah. Dalam kenyataannya, bahkan ketika dalam keadaan yang paling gaduh, pemungutan suara (plebiscitia) rakyat senantiasa berlangsung dengan tenang, dan selalu terdapat suatu musyawarah apabila senat tidak berbaur dengan mereka: warga negara hanya mempunyai satu kepentingan, sedangkan rakyat hanya mempunyai satu kehendak.
Pada tindakan lain yang lebih hebat dari lingkaran tersebut, kebulatan suara menyatakan dengan resmi: warga negara kemudian begitu tenggelam ke dalam perhambaan sehingga mereka tidak mempunyai kebebasan atau kehendak apa pun. Ketakutan serta bujukan kemudian membuat mereka mengubah suaranya ke dalam suara aklamasi. Mereka kehilangan keberanian untuk berbicara, sebaliknya mereka justru memuja atau mengutuknya. Demikianlah cara memberi suara yang terkenal keji dalam senat di bawah kekuasaan seorang kaisar. Kadangkala suara bulat itu diciptakan dengan cara atau tindakan yang menggelikan untuk mencegah kegagalannya. Misalnya, Tacitus menyatakan kepada kita,bahwa dalam pemerintahan Otho para senator mengisi Vitellius dengan kutukan dan pada waktu yang sama membuat keonaran untuk mencegah agar ia tidak mengetahui — apa yang dikatakan orang terhadap dirinya — jangan sampai ia kemudian menjadi pemimpin mereka.
Dari berbagai pertimbangan itu, mungkin dapat dilukiskan pepatah untuk mengatur cara menghitung suara serta menetapkan opini dari suatu persidangan umum yang harus berbeda seperti yang diinginkan oleh kehendak umum, atau sedikit mudah untuk memastikan dan negara tersebut sedikit banyak mengalami kemunduran.
Oleh karena sifatnya, hanya terdapat satu hukum yang menghendaki persetujuan dengan suara bulat. Dalam hubungan ini yang saya maksudkan ialah, kesepakatan sosialnya karena persentuhan asosiasi sipil adalah yang paling sukarela dari semua tindakannya. Tiap orang dilahirkan bebas dan menjadikanpemimpin atas dirinya sendiri, dan tidak seorang pun serta dengan dalih apa pun dapat menguasai dirinya tanpaizinnya. Dengan menekankan bahwa anak seorang budak dilahirkan sebagai seorang budak, dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ia tidak dilahirkan sebagai seorang manusia.
Jikalau sekiranya ada seseorang yang melawan kesepakatan sosial, maka perlawanan mereka itu tidak diartikan kesepakatan sosial tadi sebagai tidak syah, tetapi hanya merintanginya, termasuk orang-orang asing yang terdapat di antara para warga negara. Bilamana negara itu ditegakkan, tempat kediaman sudah merupakan suatu izin. Untuk mendiami sesuatu daerah berarti harus tunduk pada kedaulatannya.
Kecuali dalam kontrak yang orisinil ini, suatu mayoritas suara adalah cukup untuk mengikat semua orang lainnya. Ini adalah suatu konsekuensi dari kontrak itu sendiri. Tetapi, mungkin dipertanyakan bagaimana seseorang dapat bebas dan selama ini masih dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kehendak orang lain. Bagaimana kaum oposisi dapat bebas bilamana mereka tunduk pada hukum, sedangkan mereka tidak pernah mengizinkan atau menyetujui terhadap adanya hukum itu?
Saya menjawab, bahwa masalahnya tidak dinyatakan secara jujur. Warga negara mengizinkan atau menyetujui pada semua hukum yang telah disahkan meskipun terdapat oposisi. Mereka yang melakukan pelanggaran terhadap hukum itu akan dijatuhi hukuman. Kehendak yang konstan dari semua anggota negara itu merupakan kehendak umum. Oleh karena itu mereka adalah warga negara yang memiliki kebebasan.3 Apabila salah satu hukum diusulkan dalam persidangan rakyat, permasalahannya tidaklah tetapi untuk mempertanyakan apakah mereka menyetujui atau menolak usul tersebut, tetapi apakah mereka sekata atau tidak dengan kehendak umum yang merupakan kehendak mereka pula. Tiap warganegara dalam memberikan suaranya menyatakan pikirannya pada permasalahan itu, dan kehendak umum diperoleh dengan menghitung suaranya. Oleh karena itu bilamana mosi yang saya lawan itu dimenangkan, hanya membuktikan pada saya bahwa saya salah, dan apa yang saya percaya sebagai pendapat umum sesungguhnya tidak demikian. Jikalau pendapat khusus saya itu dimenangkan, sudah selayaknya saya melakukan apa yang saya tidak ingin melakukannya. Konsekuensi, saya seyogyanya tidak berada dalam suatu keadaan bebas.
Hal ini sesungguhnya mengandaikan, bahwa semua karakteristik yang menandai kehendak umum itu masih terdapat dalam sebagian besar suara: apabila hal itu berhenti sebagai kasus, maka tindakan apa pun yang mungkin disetujuinya mengandung arti akhir dari kebebasan.
Pada waktu dahulu memperlihatkan bagaimana kehendak pribadi menggantikan kehendak umum dalam pertimbangan umum. Saya telah mengetengahkan cara yang paling dapat dipraktikkan untuk mencegah adanya penyalahgunaan, dan saya akan tetap berbicara lagi kemudian tentang subyek ini. Mengenai jumlah suara yang seimbang yang diperlukan untuk menyatakan kehendak ini, saya pun meletakkan prinsip sebagai dasar bagi kehendak tersebut ditetapkan. Saya sekarang harus menambahkan, kendatipun perbedaan dari satu suara tunggal akan merusak persamaan dan satu suara yang menentang mencegah adanya keputusan suara bulat, namun ada berbagai derajat pembagian yang tidak sama antara persamaan dan suara bulat, dan bagi mereka masing-masing jumlah itu mungkin tetap menurut keadaan serta kesempatan yang terdapat dalam negara hukum itu.
Dua peraturan umum mungkin cukup untuk mengatur perbandingan itu: kesatu, makin serius serta penting pembicaraan itu dilakukan, makin dekat jumlah suara yang selayaknya diterima untuk mendekati suara bulat; dan yang kedua, makin besar kebutuhan untuk mempercepat urusan tersebut, mayoritasnya mungkin menjadi lebih kecil: mengenai mosi yang menginggahi penetapan langsung di tempat dan pada waktu itu juga (on the spot), suatu mayoritas satu suara mungkin dianggap cukup. Tampaknya dalil pertama paling bisa dikenakan pada hukum, dan yang kedua pada urusan praktis. Jadilah kemudian seperti apa adanya, dengan memadukan kedua peraturan itu jumlah suara yang selayaknya membentuk mayoritas atas berbagai kesempatan seharusnya ditetapkan.
BAB III
PEMILIHAN
Mengenai pelaksanaan pemilihan pangeran dan para hakim sebagaimana saya amati sebelumnya, tindakan yang bersifat kompleks mengandung dua cara kerja di dalamnya. Cara yang pertama dengan pemilihan, dan cara yang kedua dengan undian. Keduanya telah digunakan dalam berbagai republik, dan ketika itu kita melihat kedua cara tersebut dipadu dalam satu cara yang amat rumit dalam pemilihan Doge dari Venesia, yakni pajabat tertinggi dalam pemerintahan Venesia.
Montesquieu mengatakan, "Pemilihan dengan undian mengandung sifat demokrasi". Saya mengakui memang demikian, tetapi demokrasi yang bagaimana? "Undian itu", ia melanjutkan, "adalah satu bentuk pemilihan yang tidak melukai seorang pun, tetapi jelas memberikan kepada setiap warga negara satu harapan yang masuk akal untuk mengabdi pada negaranya". Namun itu bukan pula alasannya.
Apabila kita mempertimbangkan bahwa pemilihan para kepala itu adalah salah satu fungsi pemerintah, sebaliknya bukan fungsi kedaulatan, maka kita akan merasa mengapa cara pemilihan mereka dengan undian itu adalah lebih wajar bagi suatu demokrasi di mana administrasinya lebih baik bila tindakannya kurang berlipatganda.
Dalam semua demokrasi yang sebenarnya, kantor seorang hakim adalah jauh dari menguntungkan. Hal itu merupakan beban yang sangat berat, yang tidak dapat secara tepat dikenakan lebih baik. terhadap satu individu ketimbang terhadap lainnya. Hukumnya sendiri dapat mengenakan beban atas orang yang kejatuhan undian itu. Karena kesempatan itu sama untuk semua dan pemilihan itu bebas dari kehendak tiap manusia, maka bukan dengan penerapan suatu perlakuan terhadap setiap pribadi istimewa yang akan mengubah universalitas hukum itu. Dalam aristokrasi, pangeran memilih pangeran dan pemerintah dilindungi oleh dirinya sendiri, maka cara pemilihan dengan pemungutan suara adalah benar-benar istimewa. Contoh pemilihan Doge dari Venesia memperkuat kebenaran perbedaan ini daripada merusak: bentuk campuran yang berlaku di tempat itu menyetujui pemerintah campuran. Adalah suatu kesalahan apabila mengira pemerintah Venesia adalah suatu aristokrasi sejati. Jikalau rakyat tidak mempunyai bagian dalam pemerintah, maka kaum bangsawan dengan sendirinya adalah rakyat itu. Sejumlah besar Barnabotes yang miskin tidak pernah mendekati kantor seorang hakim, dan tidak memiliki sesuatu termasuk pangkat, kecuali gelar Yang Mulia (Excellency) yang kosong belaka, dan suatu hak untuk duduk dalam Majelis Agung (Grand Council). Majelis Agung ini sama banyaknya seperti Dewan Umum (General Council) kita di Jeneva. Para anggotanya yang mulia tidak lagi menikmati hak-hak istimewa (privileges) ketimbang warga negara kita yang murni. Adalah pasti dengan mengizinkan adanya ketidakseimbangan yang ekstrem dari kedua republik, pemerintahan (burgesses) Jeneva benar-benar mewakili bangsawan Venesia, sementara orang-orang asli kita (bumiputera) dan penduduk mungkin menjadi taklukkan mereka di benua dibandingkan dengan orang-orang kota serta rakyat Venesia dan para petani kita. Dari sudut pandangan apa pun secara singkat, kita menganggap republik ini tidak akan dijumpai—bilamana izin dibuat untuk kebesaran superiornya—bahwa pemerintah itu lebih aristokratis ketimbang pemerintah kita. Satu-satunya perbedaan ialah karena kita tidak memiliki kepala yang menguasai situasinya seumur hidup, dan kita tidak mempunyai kesempatan pemilihan dengan undian seperti mereka lakukan.
Pemilihan dengan cara undian tidak akan diikuti, dengan gangguan besar apa pun, dalam demokrasi yang sejati di mana semuanya adalah sama dalam sikap serta moral, bakat, prinsip serta nasib, dan ia akan bersikap acuh tak acuh pada siapa pun yang terpilih. Tetapi, saya telah mengatakan bahwa di sana tidak terdapat demokrasi yang sejati.
Apabila kedua bentuk pemilihan itu dicampur, baik yang pemungutan suara maupun yang undian, maka yang pertama hendaknya digunakan untuk mengisi tempat bagi orang yang berbakat istimewa, misalnya jabatan militer; dan yang kedua, bila terdapat pengertian yang baik yakni adil dan jujur; sudah cukup memadai kalau mereka menempati jabatan pengadilan. Sebab, dalam negara yang disusun dengan baik, kualitas semacam ini adalah lazim bagi semua warga negara.
Pemilihan dengan undian atau dengan pemungutan suara, keduanya tidak mempunyai satu tempat pun dalam pemerintahan monarki. Raja, karena haknya untuk menjadi penguasa serta hakim tunggal, maka pemilihan untuk menetapkan para pembantunya dilakukan oleh raja sendiri. Apabila Abbe de Saint-Pierre mengusulkan untuk memperbanyak Dewan Raja Perancis dan memilih para anggotanya dengan kartu suara, ia tidak merasa bahwa tindakannya itu mengandung makna mengusulkan perubahan dalam pemerintahan.
Bagi saya sekarang tinggal membicarakan cara untuk memberikan serta mengumpulkan suara dalam Majelis Rakyat. Tetapi, suatu laporan dari pengalaman praktek di Roma tentang masalah ini, barangkali akan menjelaskannya dengan lebih baik ketimbang yang dapat saya katakan mengenai masalah tersebut. Mungkin layak diamati beberapa detil perhatian seorang pembaca yang bijak, bagaimana kedua urusan umum dan pribadi itu dihantar dalam suatu Dewan dari dua ratus ribu orang.
« Prev Post
Next Post »