Judul Buku : Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia
Penulis : Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh
Tebal Buku : 43 Halaman
Cetakan : Ke-empat, 1985
Penerbit : CV Ramadhani, Solo
Buku ini menceritakan bagaimana proses Islam masuk ke nusantara, membahas berbagai hal berkaitan sumber-sumber sejarah yang selama ini berkembang di dalam literatur. Kesimpulan buku ini menarik, sebagai berikut:
- Islam masuk ke Indonesia mula pertama di Aceh, tidak mungkin di daerah lain.
- Penyiur Islam pertama di Indonesia tidak hanya terdiri dari saudagar India dari Gujarat, tetapi juga terdiri dari muballigh- muballigh Islam dari bangsa Arab.
- Di antara mazhab pertama dipeluk di Aceh ialah Syi'ah dan Syafi'i.
- Pemeriksaan yang teliti dan jujur akan dapat menghasilkan tahun yang lebih tua untuk sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia.
DAFTAR ISI
❅ Kata Pengatar
- Pendahuluan
- Sumber Barat
- Sumber Timur
- Dimana Islam Datang Mula-mula
- Siapa Pembawa Islam Pertama dan Dari Mana
- Mazhab Apa Masuk Mula-mula ke Aceh
❅ Kesimpulan
Pendahuluan
Jika kita membicarakan Perlak dan Pase sebagai daerah yang dikunjungi Islam pada hari-hari pertama, kita dengan sendirinya telah menyinggung sejarah Aceh, sedangkan sejarah Aceh belum ditulis orang dalam arti kata yang lengkap, apalagi sebagai hasil penyelidikan dan perbandingan pendapat ilmu pengetahuan dalam kitab-kitab sejarah.
Pada waktu Dr. C. Snouck Hurgronye menulis bukunya "De Atjehers”, dalam tahun 1893, ia berkata, "Sejarah kerajaan tiga segi” dan kerajaan-kerajaan pantai serta pulau sekitar Aceh, belum ditulis (moet nog geschreven worden). Sumber-sumber Eropah, terutama yang termuat dalam kisah pelajaran pelaut-pelaut ternama, surat-surat yang tersimpan dalam arsip-arsip kantor, hanya dapat memberikan bahan-bahan yang perlu ala kadarnya, meskipun tak dapat tidak harus diselidiki dan dikumpulkan sebagai bahan pokok. Apa yang tersebut dalam kronik-kronik Melayu yang sudah dibukukan, begitu juga cerita-cerita yang disampaikan oleh anak negeri dari mulut kemulut, menghidangkan banyak hal-hal yang penting mengenai cara berpikir pengarang-pengarang dan generasi semasa, tetapi sebagai sumber sejarah kumpulan-kumpulan cerita itu, segala silsilah keturunan, baik yang sudah disulam maupun yang belum dengan bermacam-macam warta berita, barulah dapat digunakan sebagai sumber sejarah yang sebenarnya, apa bila semua itu sudah diselidiki dan diperbaiki, disaring dan diajak untuk mengambil inti pati yang sebenarnya, sehingga ia dapat dihubungkan dengan kenyataan yang sesungguhnya’’ (1 : 2).
Saya melihat dengan girang sudah ada usaha-usaha yang diarahkan untuk menuju kepada penulisan sejarah Aceh yang sebenarnya. Beberapa buku yang keluar pada waktu akhir-akhir ini sudah memperlihatkan kegiatan yang selayaknya harus mendapat pujian dan sambutan, baik yang merupakan buah tangan dari putera-putera Aceh sendiri, maupun oleh saudara-saudaranya dari daerah luar Aceh, yang saya hargakan tinggi.
Sampai sekarang kita masih berpegang kepada keterangan-keterangan pengarang-pengarang asing yan sudah berupa buku-buku ilmu pengetahuan. Ada dua sumber yang terpenting bagi kita, pertama ialah sumber Barat dan kedua sumber Timur. Sumber Barat hanya dapat kita capai melalui penyelidik-penyelidik ahli ketimuran Belanda, dan sumber Timur yang terpenting terdapat dalam kitab-kitab Arab yang lumayan dapat kita kuasai bahasanya, sedang sumber-sumber Timur yang bertaburan di sana-sini dalam bahasa Tionghoa belum dapat kita selidiki berhubung dengan bahasa dan letak tempatnya.
Umumnya sumber yang pertama berasal dari Marco Polo, dan sumber kedua dari Ibnu Battutah. Kedua-dua pelaut dan ahli sejarah itu pernah mengunjungi Sumatera Utara dan singgah kepada beberapa negeri yang terletak di pantai Utara Aceh, yang mereka ceritakan dengan beberapa kalimat keadaannya dalam kitab perjalanannya. Dari pada cerita-cerita itu ahli ketimuran Belanda khususnya dan Barat umumnya menetapkan, bahwa Islam masuk ke Indonesia pertama-tama ke Perlak dan Pase.
Dr. C. Snock Hurgronye menceriterakan dalam bukunya, "De Islam in Nederlandsch-Indie" Seri II, No. 9 dari "Groote Godsdiensten" tentang masuknya Islam ke Indonesia sebagai berikut:
Tatkala raja Mongol Hulagu dalam tahun 1258 M. menghancurkan Baghdad yang lebih dari pada lima abad lamanya merupakan ibu negeri kerajaan Islam, kelihatan seakan-akan kesatuan kerajaan-kerajaan Islam itu lenyap. Hanya setengah abad sebelum kejadian yang penting itu berlaku, Islam dengan secara tenang berkembang dan masuk ke pulau-pulau Indonesia dan sekitarnya.
Perkembangan ini tidak dicampuri oleh sesuatu usaha pemerintah mana juapun. Negara-negara pesisir Sumatera, seluruh Jawa, keliling pantai Borneo dan Selebes, begitu juga beberapa banyak pulau-pulau kecil yang lain satu persatu masuk Islam, terutama dengan usaha saudagar-saudagar Islam atau orang-orang Islam yang ingin hendak memperoleh tempat tinggal baru, datang dari daerah sebelah Barat. Usaha itu dibantu pula oleh anak negeri yang sudah masuk Islam di daerah pesisir sebahagian masuk menyiarkan da’wah agama ke daerah pedalaman dan sebahagian lagi pergi belayar menyiarkan keyakinannya yang baru itu ke pulau-pulau yang terdekat, baik secara damai maupun dengan secara mengguna kekerasan.
Batu-batu nisan yang bertulis, yang menguatkan ceritera-ceritera lama dalam kalangan anak negeri, begitu juga catatan yang ditinggalkan oleh seorang Venesia Marco Polo dari abad ke XIII, begitu juga kisah pelayaran dari seorang peninjau Arab Ibn Batutah, yang masih tersimpan sejak abad ke XIV, menerangkan kepada kita akan adanya sebuah kerajaan Islam di Sumatera Utara, bernama Pase. Tentang masuknya Islam ke Minangkabau, ke Palembang, ke Jambi dan ke daerah-daerah pesisir yang lain dari pulau itu, tidaklah kita ketahui pada permulaannya, dengan kenyataan-kenyataan yang dapat kita percaya.
Di Jawa kejatuhan kerajaan Hindu Majapahit kira-kira dalam tahun 1581 M,, merupakan hasil yang gilang gemilang bagi perjuangan yang gigih dari Islam terhadap agama Hindu. Dalam abad ke XVI itu juga telah berdiri di Jawa kerajaan-kerajaan Islam Mataram, Banten, dan Cirebon, yang meng-Islamkan seluruh rakyatnya.
Tentang pengetahuan mengenai masuknya agama baru ini di pulau-pulau yang lain kita umumnya hanya mempunyai sumber-sumber penerangan yang berasal dari anak negeri semata-mata, yang terjadi dari dongeng-dongeng mengenai tempat kejadian sejarah, begitu juga beberapa kejadian-kejadian dan beberapa silsilah yang tidak lengkap. Isinya dari pada dongeng-dongeng yang menceriterakan tentang orang-orang masuk Islam itu hampir semuanya ada bersamaan. Seorang wali Islam, biasanya datang dari negeri asal Islam, negeri Arab, mendapat mimpi diberi perintah oleh Nabi Muhammad, untuk berangkat dengan segera ke suatu daerah orang kafir, yang tidak berapa jauh letaknya dari tempat itu. Kedatangannya kenegeri tersebut biasanya sudah diumumkan kepada beberapa orang penduduknya, baik dengan mimpi atau dengan tanda-tanda yang lain. Wali itupun berangkatlah dan perjalanannya terjadi dalam sekejap mata, tak ada suatu rintanganpun yang menghalanginya, gunung tidak lautpun tidak merintangi perlawatannya. Dengan keajaiban yang luar biasa, melebihi sihir-sihir orang kafir itu, wali yang suci itu dengan segera dapat mengembangkan ajaran Nabi Muhammad dan memperbanyak pemeluknya. Maka seketika itu juga berduyun-duyunlah orang-orang kafir itu datang menemui wali yang suci itu untuk bersama-sama mengerjakan sembahyang secara Islam.
Cerita yang demikian itu berakhir, bahwa ajaran Islam dengan segera berkembang di tempat itu, baik dengan berjihad atas jalan Allah maupun dengan da’wah yang dilakukan secara damai. Demikian kata Dr. C. Snouck Hurgronye.
Tentang cara berkembang Islam di Indonesia dan bangsa mana yang mula-mula membawanya kemari ia menerangkan sebagai berikut.
Jauh sebelum lahir Islam sudah banyak datang orang-orang dari Hmdustan yang mencari tempat tinggal (kolonisasi) di Jawa dan pulau-pulau yang terletak di sekitarnya, dan membawa peradaban yang disiarkannya di tempat-tempat itu. Sesudah orang-orang Hindu masuk Islam, maka orang-orang Hindu yang Islam ini meneruskan Jalan penghidupan yang sudah ditempuh dahulu itu. Orang-orang inilah yang mula-mula memperkenalkan Islam kepada bangsa Indonesia. Mungkin sebelumnya sudah pernah ada bangsa-bangsa Islam yang lain datang berdagang ke Indonesia dan mungkin pula sudah bertempat tinggal di salah satu dari daerahnya, tetapi belum memperlihatkan pengaruh yang berarti tentang keyakinan baru.
Maka dengan jalan itu dengan mudah Islam itu tersiar di Indonesia, karena orang-orang Indonesia telah mempelajari agama Hindu pada orang-orang Hindu yang datang kemari. Penduduk Jawa dan Sumatera tidak begitu sukar menyesuaikan diri dengan kehidupan orang Hindu dan agama Hindu.
Segala ceritera, bahwa di dalamnya digambarkan kejadian-kejadian yang semasa dengan nabi atau dengan khalifah-khalifahnya sebagai yang terdapat disalin dalam bahasa Indonesia, mungkin sudah banyak menyimpang dari pada kejadian-kejadian yang sebenarnya. Kedalam masyarakat Islam Indonesia dengan jalan ini sudah dimasukkan pengaruh-pengaruh yang lain, misalnya pengaruh ajarah Syi’ah, sebagaimana yang terdapat di daerah-daerah pesisir Malabar dan Koromandel, juga terdapat di Indonesia. Meskipun dikatakan Islam di situ diajarkan menurut Ahli Sunnah, tetapi pemeriksaan menunjukkan bahwa banyak masalah-masalah sehari-hari yang dipecahkan menurut mazhab Syi’ah. Lain dari pada itu terdapat di sana sini paham Sufi menurut mazhab HuluJiyah atau Wihdatul Wujud, sementara waktu terdapat pula lapisan rakyat rendah takhayul-takhayul yang tidak sedikit banyaknya.
Semua kejadian itu menunjukkan, bahwa Islam di Indonesia tidak diterima langsung dari orang Arab. Perhubungan dengan Mekkah dan Madinah baru mulai terbuka dalam abad yang ke VII, dan pada ketika itu terjadilah hubungan yang langsung antara kedua kota itu dengan orang-orang Indonesia yang naik haji dan belajar di sana, terkenal dengan nama masyarakat "Jawa" yang tidak sedikit jumlahnya. Orang-orang inilah yang boleh dianggap mula-mula mempelajari Islam pada sumber daerah tempat lahirnya Nabi Muhammad. Meraka yang pulang ke tanah airnya tidak sedikit kemudian membuka tantangan terhadap ajaran-ajaran dan cara berpikir yang dimasukkan orang sebelumnya dari Hindustan mengenai Islam, sebagaimana kemudian kedatangan orang-orang Arab dari Hadramaut ke Indonesia membawa pengaruh dalam cara meyakini Islam dan berpikir. Demikian pendapat penulis Barat terbesar tentang masuknya Islam ke Indonesia.
Sekarang kita melihat pandangan pengarang Barat lain, sebelum kita beralih kepada penulis-penulis Timur di antaranya penulis Arab.
« Prev Post
Next Post »