Senin, 09 September 2024

Masuknya Islam menurut Sejarawan Muslim

Memang berlainan pendapat pengarang-pengarang Barat dengan pengarang-pengarang Timur, terutama Arab yang dalam penyusunan sejarah terkenal jujur. Banyak pengarang-pengarang Arab itu telah mengembara ke Timur Jauh untuk menyelidiki keadaan suasana dan penduduknya. Perbendaharaan sejarah ini yang dikumpulkan itu sampai sekarang masih tersimpan dalam kitab-kitab yang berharga. Hal ini akan kita ceriterakan nanti apabila ada kesempatan. Sekarang kita pusatkan perhatian kita lebih dahulu kepada masuknya Islam ke Indonesia, terutama ke Perlak dan Pase.

Salah sebuah kitab yang membuka lembaran baru kepada kita ialah karangan Dr. Nageeb Saleeby bernama "Studies in Moro History" yang meskipun dalam karangannya itu banyak menceritakan tentang adat-istiadat bangsa Moro dan agamanya, banyak bahan- bahan yang perlu bagi kita untuk menetapkan tahun-tahun masuknya Islam ke Indonesia. Isi karangan ini banyak dibicarakan oleh seorang alim Sayed Alwi D. Tahir Al-Haddad Mufti Kerajaan Johor Malaya almarhum, dalam sebuah brosur yang diberi bernama Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh (terjemahan dari bahasa Arab oleh Dziya Shahab, Jakarta, 1957).

Dalam ia menceritakan perkembangan Islam di Timur Jauh ia menyebut beberapa orang dan beberapa tempat-tempat penting di mana Islam mulai berkembang. Ia menyebut nama Syarif Muhammad bin Ali Zainul Abidin, yang mula-mula mengembangkan Islam di Mindanau Utara pada suatu tempat yang terkenal dengan nama Pulangi, pada masa sebelum Liguspi mengenal Sibu. Kemudian ia menjadi wali di Mindanau. Ceritanya yang panjang ditulis dalam kitabnya, bernama Sejarah Mangindanau. Al Haddad menerangkan, bahwa pembawa Islam itu ada hubungan keturunan dengan Ali Zainal Abidin, cucu Nabi Muhammad yang berangkat dari Hadramaut (Arab Selatan) ke Johor di Semenanjung Melayu. Juga Syarif Abu Bakar (1450 - 1480) yang turut menyiarkan agama ke Sulu konon berasal dari anak cucu Zainal Abidin juga. Penyiar Islam pertama di Mangindanau mungkin Ibrahim Zainuddin Al Akbar, sedang Syarif Makdum atau Makdum Ishak dianggap termasuk orang yang pertama membawa agama Islam ke pulau-pulau sebelah Timur.

Dikatakan bahwa ia datang ke Jawa pada zaman Ampel tahun 801 bersama anak dan saudara-saudaranya, begitu juga pamannya yang bernama Malik Ibrahim yang kuburannya terdapat di Gapura, Gresik. Maula na Malik Ibrahim tinggal di Jawa 20 tahun lamanya, meninggal pada 12 Rabiul Awal tahun 822 (1419 M.). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Islam masuk ke Jawa sebelum tahun 648 H. meskipun yang sudah dapat dibuktikan adalah tahun 678 H. Islam masuk ke Jawa Timur, dari suatu dokumen Jawa berisi perjanjian antara kerajaan Islam dengan seorang perempuan dari Sunda.

Teranglah bagi kita, bahwa agama Islam masuk ke Aceh jauh lebih dahulu dari pada itu. Kuburan-kuburan di Perlak dan di Pase diperiksa, dan hasilnya disiarkan pada 8 Oktober 1933 sebagai berikut :

"Banyak orang mengatakan bahwa Islam datang ke Sumatera di sekitar tahun 1270 — 1275 (670 — 674 H.) padahal Islam tersiar di sana pada tahun 1200 (597 H.) menurut tulisan-tulisan yang terdapat pada nisan-nisan di kuburan-kuburan".

Pada kuburan-kuburan raja-raja Islam di Aceh terdapat makam Al-Malik Al-Kamil sebelum Al-Malik As-Saleh di desa Blang Mel, bersama-sama ratusan kuburan lainnya, sebahagian besar terukir dibatu marmor atas batu keras granit d.1.1.

Tertulis pada kuburan Al-Malik Al-Kamil, bahwa ia meninggalkan dunia pada hari Ahad tanggal 7 Jumadil Awal 607 H. (1210 M.) Di samping itu terdapat kuburan Ya'kub, saudara misannya, yaitu seorang panglima yang meng-Islamkan orang-orang Gayo dan lainnya di Sumatera Barat. Tertulis di sini, bahwa ia meninggal pada hari Jum'at 15 Muharram 630 H. (1232 M).

Kami tidak pernah membaca ahli Sejarah Barat menyebutkan tentang dua kuburan orang ini. Di sana juga masih banyak kuburan-kuburan yang tidak terbaca dan kami mengetahuinya. Kami tidak mengetahui nama-nama keluarga yang menjadi raja-raja itu, keluarga ini diikuti pula oleh keluarga yang lain. Yang dimulai oleh Al-Malik As Saleh (wafat pada 8 Ramadhan 616 H. (1296 M.) Tertulis pada kuburannya kata-kata yang terjemahannya adalah kira-kira sebagai berikut : ''Inilah kuburan almarhum al-maghfur, orang yang bertaqwa, penasehat, yang mempunyai keturunan dan kebesaran nenek moyang yang berasal baik atau murah hati, ahli ibadat, perintis, Sultan yang bergelar Al-Malik As-Saleh.''

Sesudah Sultan ini, maka memerintah pula anaknya Sultan Muhammad Al-Zahir. Tertulis di kuburnya, ''Inilah kuburan yang berbahagia Syahid Almarhum Sultan Al-Malik Al-Zahir, surya agama dan dunia, Muhammad bin Malik As-Saleh, wafat pada hari Ahad 12 Zul Hijjah 726 H. (1325 M.).

Setelahnya memerintah pula anaknya Sultan Ahmad bin Muhammad Al-Zahir. Kuburannya terdapat di Meunash Meucet di desa Blang Mel. Tertulis di atasnya, "Inilah kuburan Almarhum yang bahagia, pemurah, Sultan Ahmad yang bergelar Ali Zainal Abidin berpulang kerahmatullah dan keampunannya Allah Ta'ala pada hari Jum'at 4 Jumadil Akhir 809 (1405 M.)

Sesudahnya diganti oleh Ali Zainal Abidin, selanjutnya oleh Abdullah Salahuddin dan isterinya Buhaya binti Zainal Abidin, wafatnya pada tahun 811 H. (1408 M.) dan saudaranya Johan Parabu, wafatnya pada tahun 848 H. (1444 H,) dan seterusnya yang lain-lain.

Kuburan-kuburan di Aceh terdapat di berbagai-tempat dan desa-desa, yang pada masa dahulu kala merupakan kota-kota seperti Blang Peurba Meunasah (di desa Jambu) pada batas negeri Geduong dan Baju. Di Meunasah Mancang kuburn Teungku di Iboh, di Keude Blang Mei, Meunasah kota Krueng Kuburan Teuku Sidi di Cot Astana. Meunasah Mencet dan di pantai kanan Sungai Pasai kira-kira setengah mil juga terdapat kuburan raja-raja Samudra Meunasah Beringen, negeri Bayu, Balng Mangat, Meunasah Simpang Empat dari negeri Pulau Tengah (Cunda) ada kuburan Paduka di Meunasah Paya Lepas dan Pelani Ucik di Cot Blang Bubue Meunasah Alue, Meunasah Blang Pulo (di Cunda).

Demikian beberapa catatan yang kita kutip dari kitab Al-Haddat tersebut di atas. Ternyata bahwa penyelidikan tidak boleh dihentikan mengenai sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Banyak buku- buku yang dikumpulkan orang-orang Barat mengenai bahan-bahan sejarah tanah air kita baik yang dikumpulkan oleh orang Inggris di Malaya sebagai diceriterakan oleh Abdullah Munsyi dalam hikayatnya tentang Malaka, baik yang dikumpulkan oleh orang-orang Belanda, bagaimana yang diceriterakan oleh Al-Haddad dalam brosur tersebut di atas, sudah tidak kita miliki lagi.

Abdullah Munsyi dalam hikayatnya tentang Malaka pada abad ke 13 H. menceritakan sebagai berikut :

"Di tanah Melayu pada zaman itu ada perkumpulan yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang Melayu, Keling, Arab dan bermacam-macam pedagang Tionghoa dan lain-lain. Waktu itu orang-orang Belanda menggumpulkan buku-buku dan hikayat-hikayat yang banyaknya kira-kira 70 jilid, yang dikumpulkan dari Riau, Langka, Pahang, Trengganu dan Kelantan."

Demikian cerita Munsyi. Maka sekarang pertanyaan kita ialah, kemana buku-buku itu sekarang ? Jika dari tempat tersebut Belanda menggumpulkan buku-buku 70 jilid banyaknya, betapa banyaknya buku-buku yang dikumpulkan dari Sumatera, Jawa, pulau-pulau Sela dan Maluku ? Tentu banyak pula, mungkin sampai ratusan atau ribuan banyaknya. Kemanakah semuanya itu ?

Al-Haddad bercerita lebih lanjut, "Pada tahun 1341 H. saya sampai di Jawa dan menanyakan dan mencari buku-buku sejarah Jawa. Orang-orang menasehatkan saya supaya jangan menyebut-nyebut tentang itu, karena pemerintah Belanda mengharuskan setiap orang yang memiliki buku-buku sejarah kuno untuk menyerahkan buku-buku tersebut kepada sebuah badan yang dibentuk oleh Belanda khusus untuk itu.

Balai Pusaka telah menerbitkan sebuah majalah di mana diceritakan tentang kedatangan empat penyiar Islam ke Bawah Angln. Mereka itu ialah : 1. Sayid Abdullah Al-Kudsi, 2, Sayid Usman bin Shahab. 3. Sayid Muhammad bin Ahmad Alaydrus dan 4. Sayid Husin Algadri.

Sayid Husin berangkat dari Hadramaut dalam usia 18 tahun menuju Malabar di mana mereka belajar. Seterusnya gurunya, yaitu S. Muhammad bin Hamid mengininkan mereka belajar ke Bawah Angin. Salah seorang dari pada keempat orang inilah menurunkan raja-raja Siak, yang mengalami masa kemajuan dalam lapangan perdagangan setelah itu: Al-Gadri menurunkan raja Pontianak.

Sumber: Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh dalam buku "Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia". halaman 9-12, Cetakan IV, Tahun 1985 M, Penerbit CV Ramadhani (Jl Kenari 41B & 49B), Solo, 57141, Jawa Tengah

Previous
« Prev Post

Artikel Terkait

Copyright Ⓒ 2024 | Khazanah Islam