Minggu, 08 September 2024

Masuknya Islam menurut Sumber Barat

Dr. B.J.O. Schrieke dalam kitabnya ’’Het Boek van Bonang" (Diss. Leiden, 1916) menyimpulkan dan membicarakan kembali catatan Marco Polo itu, yang menerangkan bahwa herita yang pertama mengenai Islam masuk ke Indonesia ditetapkan dalam tahun 1292. Ia menceritakan, bahwa di antara kerajaan-kerajaan kecil yang didapati dalam perjalanannya di Sumatra adalah Ferlec yang sudah dikuasai oleh agama Islam. Kata Marco Polo, ’’This Kingdom, you must know, is so much frequented by the Saracen merchants that they have converted the natives to the Law of Mohammad — I mean the town people only ........... (Ed. Yule 3 (1903) II : 284). Nama Perlak ini tersebut pula dalam beberapa buku lain, di antaranya Sejarah Melayu (hal. 59), Hikayat raja-raja Pasei, Negarakertagama, meskipun tertulis dengan bermacam-macam ejaan, disebutkan terletak di Sumatera. Groeneveldt dalam pembicarannya menerangkan bahwa nama Perlak ini juga terdapat dalam kisah Expedisi Tionghoa ke Jawa dalam tahun 1292/1293, dengan sebutan Pa-la-la atau Pa-rara. Ia menceritakan hal ini ketika mereka menulis dalam ceritanya, bahwa Lanburi, oleh Marco Polo diucapkan Lambri, oleh Barros Lamuri atau Lamori, merupakan bagian dari Mojopahit di Sumatera Utara.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Achehpun pernah mengalami zaman penjajahan Hindu, K.F.H. Van Langen dalam bukunya ’’de Inrichting van het Atjehsche Staatsbestuur” (’s-Gravenhage, 1888), menceritakan bahwa kerajaan Hindu Aceh itu tidak hanya terbatas di Aceh Besar saja tetapi juga sampai ke Aceh utara dan Timur, termasok Pase, bahkan sampai ke Kuala Batee di Pidie, di mana terdapat juga banyak kuburan-kuburan orang Hindu. Orang-orang Hindu itu datang dengan kapal dari Gujarat di India Muka ke Aceh. Kapal-kapal itu berlabuh di sungai Aceh, yang mereka namakan sungai Cedah, atau di Kuala Batee, yang mereka namakan pulau Seroja. Konon nama Aceh itu berasal dari perkataan Aca, yangdiucapkan oleh orang Hindu itu untuk menunjukkan kecantikan Aceh atau Cedah. Mereka membawa peradabannya, yang sekarang masih dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Van Langen mengakui, bahwa sesudah masa Hindu, datanglah gelombang peradaban yang kedua di Sumatera Udara itu, yaitu kedatangan Islam dalam bahagian pertama dari abad ke XIII. Kronik Melayu mengenai Pase menceriterakan, bahwa di kala itu datanglah seorang laki-laki dari Mekkah bernama Syeich Ismail, ialah yang mula-mula menyiarkan agama Islam di Pase. Ia meng-Islamkan raja Pase yang bersemayam di ibu negerinya bernama Samodra, dan dengan demikian sedikit demi sedikit dapat meng-Islamkan seluruh penduduknya. Cerita ini juga termuat dalam karangan Prof. Dr. Veth, yang bernama Atchin, hal 28. Dari Pase ini berkembanglah agama Islam ke daerah-daerah lain, sehingga dengan demikian habislah pengaruh agama Hindu di Aceh.

Kebesaran Islam dan kemajuannya beralih ke Pidie (1509). Demikian tersebut dalam “Sumatra”, diceritakan oleh Marsden. Aceh Besar ketika itu takluk kepada Pidie, dan Islam di sana mulai berkembang pada permulaan abad ke XVI. Dalam sejarah terkenal, bahwa Ali Boghayat Syah ialah Sultan Aceh yang berusaha giat untuk penyiara agama itu, ia hidup antara 1507 — 1522, sesudah wafat diganti oleh anaknya Sultan Salahuddin (1522 —1530), yang tidak saja berkuasa di Aceh, tetapi mempersatukan Daya, Pidie dan Pase, menjadi satu kerajaan yang kuat.

Demikian beberapa catatan dari pengarang Barat yang menerangkan, bahwa Islam mula-mula datang ke Perlak, Pase dan berkembang di Aceh, suatu kerajaan yang berdiri di atas kehancuran daerah Lamori Hindu. Tetapi belum diketahui dengan pasti, kapan dan tahun berapa Islam itu datang di tempat-tempat itu. Sebagaimana dikatakan Prof. Schrieke sampai tahun 1913 sejarah Samudra Pase masih gelap.

Suatu penyelidikan yang menguntungkan adalah dilakukan oleh J.P. Moquette di Aceh mengenai kuburan-kuburan lama dan batu nisan dari raja-raja Islam. Penyelidikan ini membawa sedikit penerangan. Sekarang orang ketahui, bahwa Malikul Saleh, yang dalam kitab-kitab sejarah terkenal sebagai orang yang mula-mula mendirikan kerajaan Islam, menurut pemeriksaan yang teliti dari pada batu nisannya ternyata wafat dalam tahun 1297 M.

Suara yang lain, meskipun ditentang oleh beberapa penyelidik sejarah Aceh seperti Dr. B.J.O Schrieke, mungkin juga oleh Dr. Hussein Jayaningrat, berasal dari Gerini, dikuatkan oleh Moquette, bahwa Samudra Pase sudah masuk Islam sejak tahun 1270 — 1275 M. Prof. Schrieke masih memegang kepada keterangan Marco Polo yang mengunjungi Samudra dalam tahun 1292, dan mengatakan bahwa ketika itu di sana masih terdapat orang-orang yang biadab. Marco Polo pernah tinggal di Samudra 5 bulan lamanya.

Kerajaan Samudra Pase Islam itu didirikan tidak berapa lama sebelum mati Malikui Saleh. Malikui Saleh kawin dengan salah seorang anak dari Raja Perlak.

Keterangan bahwa orang-orang yang mula-mula membawa agama Islam ke Sumatera Utara adalah orang-orang pedagang dari India, juga bersumber dari pengarang-pengarang Barat. Dalam keterangan Marco Polo disebut ''Saracen merchants'. Tatkala Malaka telah dapat mengambil kedudukan Pase pada permulaan abad ke XV, Negeri ini merupakan pertemuan dari pedagang-pedagang yang datang dari berbagai-bagai daerah, ada dari Tiongkok, ada dari India Muka, ada dari Jawa dan ada juga dari Arab. Tetapi yang terutama banyak di antara mereka adalah orang-orang Islam yang berasal dari Persia dan Gujarat, yang kebanyakan bertempat tinggal di sana. Mereka dengan demikian banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak beragama yang kemudian tertarik kepada agama Islam dan masuk Islam. Barros menceritakan bahwa banyak di antara orang-orang yang masuk Islam itu berasal dari Sumatera, Jawa dan pulau-pulau lain, yang kemudian sesudah pulang ke tempatnya memperkembangkan kembali ajaran agama Islam itu. Juga pada waktu menceritakan keadaan agama di India di kala kedatangan Portugis (1498), Barros menyinggung dalam karangannya bahwa ''pes dari Malaka itu keluar melalui jalan dagang tersiar kemana-mana". Yang dimaksudkan dengan pes itu ialah agama Islam.

Tetapi Ibn Battutah pernah bertemu di Timur Jauh dengan beberapa orang Arab, begitu juga enam puluh tahun kemudian seorang keturunan Abbasiyah, yang datang dari Delhi, sesat dan meninggal di Sumatera (mgl. 1407). Meskipun demikian banyak ahli ketimuran Belanda menyangkal, bahwa orang Arab termasuk orang-orang yang menyiarkan Islam pada hari-hari pertama baik di Sumatera maupun di Jawa, tetapi menurut mereka adalah pedagang-pedagang dari India semata-mata.

Sumber: Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh dalam buku "Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia". halaman 6-8, Cetakan IV, Tahun 1985 M, Penerbit CV Ramadhani (Jl Kenari 41B & 49B), Solo, 57141, Jawa Tengah

Previous
« Prev Post

Artikel Terkait

Copyright Ⓒ 2024 | Khazanah Islam