Salah satu aliran yang tertua dalam Islam ialah yang dinamakan aliran dari golongan Khawarij atau Kharijiyah. Perkataan ini berarti pada mulanya keluar, golongan yang meninggalkan paham-paham yang ada pada waktu itu. Tetapi dengan nama ini terutama dimaksudkan suatu golongan yang terjadi pada waktu peperangan di Siffin pada tahun 657 M. dari tidak kurang 12.000 tentara Ali bin Abi Thalib, tetapi kemudian karena perselisihan paham mengenai keangkatannya menjadi Khalifah lalu meninggalkan kesatuan tentara mereka itu dan menyendiri dalam keyakinnannya.
Golongan Kharijiyah ini tidak mau mengaku Sayidina Ali menjadi Khalifah dan tidak pula Muawiyah, dan oleh karena itu tidak mau taat kepada kedua-duanya. Dalam keyakinan mereka pangkat keKhalifahan itu tidak harus menjadi monopoli orang-orang Quraisy dan menghendaki bahwa keangkatan itu dilakukan atas pemilihan umum masyarakat Islam, sehingga yang akan menjadi Khalifah itu boleh juga dipilih dari orang yang bukan orang Arab, bahkan seorang budakpun tidak ada halangan untuk menduduki kursi keKhalifahan itu. Orang-orang yang tidak kuat keagamaannya menurut keyakinan mereka harus dicegah menjadi Khalifah.
Dalam ajaran-ajaran mereka sangat bersifat dogmatlk dan acakali menentang paham Ahli Sunnah wal jama’ah.
Ketenteraan mereka yang melawan itu dapat dipukul oleh Sayidina Ali pada tahun 658 dekat Nahrawan di Irak, tetapi tidak lama sesudah itu Sayidina Ali oleh seorang penganut golongan ini yang fanatik, Ibnul Muljam, dibunuh.
Pada waktu Islam yang pertama golongan ini kelihatan sangat kuat kedudukannya, terutama di Persi mereka itu merupakan golongan-golongan pemberontak yang berbahaya, yang selalu dikejar-kejar oleh tentera Bani Umayah. Satu golongan dari mereka yang agak tidak begitu menentang terdapat di sekitar Basrah, tetapi lama kelamaan mereka pindah tempat ke Aman dan dari sana mereka mengadakan propaganda, sehingga mereka dapat masuk ke dan mempengaruhi daerah Afrika Utara dan kelihatan pengaruhnya dalam pemerintahan bangsa Berber.
Orang Kharijiyah yang terdapat sejak abad ke IX di daerah pegunungan sebelah selatan Tripoli dan di sebelah selatan Aljazair dinamakan kaum Ibadiyah menurut nama salah seorang pemimpinnya pada hari-hari yang pertama bagi golongan mereka itu. Golongan-golongan Kharijiyah di daerah ini berhasil mengadakan beberapa pemberontakan, sehingga mereka dapat mengadakan beberapa kerajaan kecil menurut keyakinan mereka. Diantara kerajaan-kerajaan itu yang terkenal memegang keyakinnannya dapat kita sebutkan kerajaan Bani Mazab di Aljazair.
Di Aman, daerah tanah Arab, masih terdapat keyaknian-keyakinan Kharijiyah itu hidup dalam kepercayaan rakyat.
Keyaknian atau i'tikad dogmatik dari golongan Kharijiyah ini menurut sejarah sangat besar mempengaruhi pada permulaannya pertumbuhan dialektika agama Islam.
Berasal pada mulanya sebagai satu partai politik lama-kelamaan golongan Kharijiyah ini memperlihatkan sifat-sifatnya sebagai suatu golongan i'tikad yang besar juga pengaruhnya. Pertama sekali kita teringat kepada pendirian Kharijiyah dalam menegakkan imam atau seorang Khalifah yang dianggap perlu untuk melindungi dan menjalankan hukum-hukum Allah. Bahwa imam atau Khalifah itu harus seorang Arab dari salah satu suku atau keturunan yang tertentu pada mulanya tidak berdasarkan kepada suatu pegangan yang kuat, sebab kalau keadaan ini dibentuk lebih dahulu semasa hidup Nabi Muhammad tidaklah mungkin terjadi pada waktu beliau wafat perselisihan antara golongan Mekkah dengan golongan Madinah (golongan Muhajirin dan golongan Anshar) atau perselisihan paham yang terjadi kemudian mengenai keangkatan Ali bin Abi Thalib antara golongan Syi'ah dan Kharijiyah, antara golongan yang memandang Khalifah itu harus dari salah seorang dari keturunan Nabi dan golongan yang tidak menggaggap penting bahwa Khalifah itu harus dari keturunan Quraisy, tetapi boleh dari sembarang orang Islam.
Tetapi bagaimanapun juga semua golongan-golongan itu sependapat bahwa untuk masyarakat Islam harus diangkat satu orang imam yang akan melindungi dan menjaga hukum-hukum Tuhan. Disamping kehendak-kehendak yang berdasarkan keyaknian Syi'ah itu Islam pada umumnya mengakui hak mereka yang lain daripada keturunan Nabi Muhammad untuk kedudukan yang penting ini. Gerakan Kharijiyah menunjukkan kepada kita akan kepentingan pengangkatan salah seorang dari golongan masjarakat yang berkuasa lebih diutamakan daripada umumnya masyarakat. Mereka mendasarkan keyaknian ini kepada salah sebuah hadis Nabi yang mengatakan: Dengarlah dan ta'atilah pemimpinmu meskipun ia seorang budak Habsyi yang tak ada kaki tangannya", Golongan Kharijiyah mempertahankan hadis ini mati-matian meskipun golongan-golongan lain mempunyai pula alasan-alasannya, bahwa imam atau Khalifah itu harus seorang dari suku Quraisy.
Golongan Kharijiyah ini berkeyakinan bahwa yang berhak menghukum manusia itu ialah Allah yang mengusai segala gerak-geriknya.
Terutama dalam memahami qodrat dan iradat Tuhan, begitu juga penafsiran neraka dan sorga, berbeda pendirinnya dengan Ahli Sunnah wal jama'ah dan berbeda dengan aliran lain yang nanti akan kita bicarakan.
Seorang anak walaupun lahir dari seorang ibu dan ayah yang beragama Islam menurut paham mereka belum Islam sampai ia sendiri cukup usianya dan memeluk Islam. Soalnya berbelit-belit sampai kepada bagaimanakah nasib anak itu jika ia mati sebelum memeluk Islam.
Mereka menganggap dirinya satu-satunya golongan yang kuat memegang Islam yang melaksanakan semua ajaran-ajaran dan hukum-hukum Islam, sedang orang Islam yang lain terutama yang mengadakan cara sendiri dalam Islam menurut mereka bukan orang Islam dan boleh dibunuh.
Bermacam-macam aliran golongan Kharijiyah ini yang mempunyai bermacam-macam pula i'tikadnya dan sebagian daripada keyakinan itu sudah termasuk kepada paham golongan-golongan yang lain.
Selanjutnya dapat kita catat bahwa orang-orang Kharijiyah ini mempunyai undang-undang agama sendiri, fiqh, karena sejak abad yang pertama mereka sudah hidup tersendiri sebagai suatu masyarakat, Mereka susun sendiri menurut caranya dasar-dasar masyarakat itu lebih lanjut sehingga dapat mereka bukukan sebagai kitab-kitab fiqh, yang dalam perinciannya kadang-kadang berbeda dengan kitab-kitab fiqh dari Mazhab Empat, tetapi dalam sifat dan susunannya hampir tidak berbeda. Demikian juga hanya dengan kitab-kitab fiqh golongan Syi'ah yang agak sedang dalam i'tikadnya. Perbedaannya hanya terletak dalam keterangan-keterangan yang mengenai keluarga keramat yang dibicarakan dengan penuh kecintaan, seperti mengenai keKhalifahan, mengenai Imam Tujuh dan Imam Duabelas dan Mazhab-Mazhab yang tumbuh daripada itu.
Meskipun demikian kitab-kitab fiqh golongan Syi'ah ini memperlihatkan demikian besar persamaannya dengan hukum-hukum fiqh Mazhab Empat, sehingga bagi mereka yang tidak ahli dalam agama Islam sukar mengadakan atau mengetahui perbedaannya.
« Prev Post
Next Post »