Sejarah Nabi-Nabi menunjukkan, bahwa tiap-tiap utusan Tuhan itu, dalam perjuangan menyiarkan kebenaran, menyampaikan suruh dan tegah Tuhan kepada manusia, menemui bermacam-macam rintangan, berbagai-bagai perlawan dari manusia. Tetapi kita lihat kekuasaan Tuhan, mereka memang dalam perjuangannya itu.
Pada diri Nabi-Nabi itu kita bertemu dengan perkara-perkara yang aneh-aneh, kejadian yang ajaib-ajaib, sifat dan kecakapan yang luar biasa, yang dapat mengatasi kecakapan dan kepandaian musuh yang dihadapinya. Kelebihan yang diberikan Tuhan kepada utusan dan kekasinya itu sebagai senyata, untuk melemahkan perlawan musuh yang mendustakan kenabian dan kerasulannya, kita namakan "mujizat”.
Mu’jizat-mu’jizat yang luar biasa itu, baik yang dapat dilihat dengan mata, didengar dengan telinga, dikenyam dengan lidah tak dapat ditipai dengan kekuasaan pancaindera itu kecuali dengan perasaan yang tinggi, dengan hati dan pikiran yang sudah bersih, dengan mempergunakan akal yang sehat, sudah pernah diberikan kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad, seperti kepada Nabi Isa, yang dapat menjemhuhkan penyakit buta, kepada Nabi Musa yang dapat berkata-kata dengan Tuhan, kepada Nabi Daud, yang dapat mengalahkan Goliat, dan sebagainya.
Demikianlah junjungan kita, Nabi Muhammad s.a.w. pun diperlengkapan Tuhan dengan mu’jizat-mu’jizat yang tidak kurang aneh dan ajaibnya, yang dapat mengatasi kesanggupan dan kecakapan manusia yang hendak menentang, menyamai kekuasaan dan kebenaran Tuhan yang dibawanya. Salah satu daripada mu’jizat-mu’jizat yang dikurniakan Allah kepadanya untuk membimbing manusia kearah keadilan, kearah tauhid, persatuan dan persaudaraan yang kekal, menju kepada peri-kemanusiaan dan kebahagiaan hidup didunia dan achirat, ialah Al-Qur’anul Karim.
Al-Qur’anul Karim, kitab luar biasa! Undang-undang dan tuntunan hidup yang tidak dapat diciptakan oleh manusia! Keadilan yang abadi untuk segala bangsa dan nusa, untuk segala zaman dan masa. Qur’anul Hakim yang penuh hikmah dan kebahagiaan, dijelamakan dari langit sebagai obat pelerai demam, hiburan untuk pelipur lara.
Qur’an! Itulah ajat-ajat yang diturunkan dari Arasj, suci dan murni, kalam Tuhan yang mengandung kebenaran yang abadi, terpencar laksana bintang yang gemerlapan, menghiasi langit dan bumi, membawa suluh dan obor untuk menerangi jalan keutamaaan hidup. Nur fauqa nur, cahaja diatas cahaja titik sinar yang seminar, yang telah dapat membukakan hati bangsa Arab kepada kebenaran, yang telah dapat memperhaluskan budi pekerti yang kasar, mengangkat tabir adat lembaga jahiliah yang sempit dan murka, menembusi kezaliman dan perbuatan semena-mena.
Berapakah banyak halangan dan perintang bagi junjungan kita dalam menyarikan kebenaran kitab Suci itu. Tetapi siapakah yang sanggup menahan air bah, tatkala lepas dari bendungannya?
Prikemanusiaan harus mendapat keadilan. Dan Qur’an membawa teguk minuman yang dapat memuaskan, mereka menentang dan melawannya, tetapi siapakah gerangan yang sanggup menolak takdir Tuhan, yang dapat menemai mu’jizat, yang diturunkan kepada utusan: dan kekasihnya!
Kalimat dan susunan kata-katanya, pada waktu berkeras-keras laksana gelombang samudra yang menggulung, gulung-gemulung, diwaktu berlemah-lembut sepantun penaka nafas baju sorga, lemah lunglai membelai meraju jwa. Asa yang putus disambung berbunga dan berbuah! Qur’an Mu’jizat Nabi Muhammad! la melukiskan kehidupan dunia, ia menggambarkan dasar-dasar hidup dengan aturannya, mengubah uraian kehidupan achirat, dengan taman-taman sorga dan keindahannya yang tidak berbanding, untuk balasan kehidupan dunia yang baik. Tetapi juga ia mengubah uraian kesengsaraan hari kemudian, dengan nyala api siksaan yang menyalar bulu roma. Kalau ia menyadikan rachmat kurnia Tuhan yang berlimpah-limpah, tiap mulut manusia bergerak mengeluarakan selera, tiap bibir membayangkan senjum menampakkan tertawa gembira ria. Tetapi kalau ia menggancam dengan siksaan Tuhan, tiap detik nafas tertegun, jantung seakan-akan terhenti, bulu roma berdiri, urat saraf dan benak meregang berguncang karena ketakutan. Lemah semua senji, lumpuh semua anggota, tidak berkuasa, tidak berdaya menentang hukum Tuhan, tidak sanggup menderita api neraka. jwa yang aman lalu berontak, kembali kepada kebenaran, kembali minta ampun kepada Tuhan yang Maha Kuasa, yang diduga Pemurah dan Pengasih. Tidak akan terderita olehmu siksaan yang sekian dan dahsjat!
Kalau ia menggambarkan kebesaran Tuhan, demikian hormat dan indahnya, sehingga tiap jwa yang insaf dan bersih akan merasa kecil dan tunduk kepada Tuhan semesta alam itu. Arti dan ibaratnya, sungguh penawar penjiar kalbu, penuntun percik pemenungan. Lemah-lembut menghembus ibarat angin sorga, bertiup sepoi-sepoi basah, menggulung menjuruk kedalam jwa dan pikiran, kedalam akal dan ilmu pengetahuan. Kian diselami kian dalam, kian dirombak dan diurai, makin bertambah banyak kandungannya. Tampak sederhana ditinyau makin melaut, diajuk makin mendalam. Arti dan ibarat yang tidak terasa dalam kata-kata bikiran manusia sehari-hari. Dikatakan sjair, bukan, dikatakan gubahan tidak kena. Sajak susunan tidak terletak dalam timbangan huruf dan kalimat, tetapi terselip dalam keindahan arti dan umapma, yang terpilih pula dengan irama riak alunan kata-kata, yang menuntun perhatian dan jiwa pembaja kearah tujuan ajat suci itu. Kekuatan gaib yang tersimpul dalam mu'jizat Al-Qur'an itu memaksa mereka berkata: "Inilah sihir yang terang-terangan". " Shirkah yang kamu dengar, ataukah kamu yang tidak mempunyaï telinga?".
Tetapi mereka yang hatinya tertuttup, tidak dapat melihat keluarbiasaannya Al-Qur'an itu, tidak dapat mempercajai, bahwa ia wahju Tuhan. Mereka berpéndapat, bahwa ia dapat diperbuat orang, machluk, kejadian yang sama dengan sesuatu yang bahari, yang berubah-ubah, bekas tangan dan buatan manusia. Pendapat semacam ini sudah terjadi sejak Al-Qur'an diturunkan sampai keabad sekarang ini.
Demikianlah yang-mula menyamakan Al-Qur'an itu dengan machluk ialah orang Jahudi, bernama Lubaid bin A'shan. Ia mengatakan bahwa kitab Taurat itu machluk, demikian juga Al-Qur'an. paham semacam ini menyalar, disiarkan oleh anak saudara perempuannya, Thauluut, sehingga diakui oleh Banan bin Samah, yang melahirkan mazhab Bananijah, paham yang disetujui oleh ja'ad bin Dirham, seorang penasiha katbmarwan bin Muhammad, chalifah Bani Umaijah yang penghabisan Orang Zindig ini tidak Saja mempergunakan jabatannya untuk merendahkan keindahan Al-Qur'an, tetapi ditolakinfa pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur'an itu suatu mu'jizat kepada Nabi kita Muhammad, dan dikatakannya, bahwa bukan tidak mungkin manusia biasa dapat mengubah kalimat-kalimat, susunan kata-kata dan isi, yang sama indahnya dengan Al-Qur an. Kota Damaskus tatkala itu gempar.
Konon dicritc-da pula, bahwa fitnah semacam itu timbul sekali lagi dalam masa Ahmad bin Daud, seorang menteri dalam masa pemerintahan Chalifah Mud'tasim tahun 230 hijrah. Kita catat dalam sejarah Al-Qur'an, sebagai orang yang sangat membesar-besarkan fitnah itu, nama-nama Isa bin Shabih, yang lebih dikenal orang dengan gelar Muzdar, pembangnu bahwa buah kesastraannya lebih indah dari Al-Qut'an. Begitu juga perselisihan paham ditimbulkan oleh pemeluk-pemeluk Mu'tazilah, yang caranya berpikir telah sangat dipengaruhi oleh filsafat Junani dan mempergunakan akal yang terlalu merdeka. Sebagai akibat daripada pertentangan yang sangat hebat ini timbulah bermacam-macam golongan, yang tidak kurang dari sepuluh jensis banyakan.
Dalam pada itu kemurnian dan kesucian Al-Qur'an, yang selah dalam pemeliharaan Allah, berjalan terus sinar-seminar. yang sudah tertutup mata hatinya menolak yang beroleh cahaja Ilahi menerima dengan jiwa yang penuh kecakinan.
Demikianlah Abu Ishaq Ibrahim an-Nadzam, seorang ahli ilmu Kejam, mengatakan bahwa mu’jizat Al-Qur’an itu terletak dalam sjlfrah, dalam revolusi. Qur’an telah dapat membalikkan masjarakat berhala kepada masjarakat ketuhanan yang Maha Esa, dari masjarakat jahilijah kepada pergaulan yang beradab. Mu’jizat yang melukiskan sejarah umat-umat purbakala dan kehidupan umat-umat sekarang dan dimasa yang akan datang.
Murtaza seorang Sijiah mengatakan bahwa mu’jizat Al-Qur’an ialah dapat melenyapkan kepandaian kepuyanggaan bangsa Arab, sehingga ahli-ahli kesusastraan yang terkenalpun tidak dapat mengubah kalimat-kalimat dan susunan kata-kata yang sama indah dengan Al-Qur’an.
Pendeknya dari bermacam-macam sudut orang melihat mu’jizat Al-Qur'an itu: dari keindahan bahasa dan susunan kalimatnya yang tak ada retak dan yanggalnya, dari cara melukiskan tamsil dan ibarat, menggambarkan perikelakuan bermacam-macam umat, cara menyampai/kan tuntunan dan peringatan, mengemukakan perintah dan larangan Tuhan, kandungan isi yang penuh ilmu dan hikmah, dan sifatnya yang lain-lain, menjebukkan kesujian dan kemurnian Al-Qur’an itu terpelihara sampai waktu yang tidak terbatas.
Kebenaran ini diakui juga oleh pengarang-pengarang Barat. Saja sebut misalnya Sir W. Muir, yang mengatakan: There is probably in the world no other work which has remained twelve centuries with so pure a text. Barangkali tak ada dalam dunia ini kitab lain, yang demikian kemurnian isinya (sebagai Al-Qur’an), dapat terpelihara sampai dua belas abad. Sungguh alal bi kita wahju Tuhan! Mu’jizat yang chusus bagi seorang Nabi yang tulus ichlas.
Biduk lalu kiambang bertaut. Boleh diperkenangkan cela-cacian. Boleh diserang dengan bermacam-macam tuduhan, terutama dari dunia pengetahuan Barat, tetapi ahli-ahli Barat yang tidak sempit hatinya, yang mau menjelami Islam dan jlwa junjungan kita, Muhammad s.a.w., yang mau membuang sedikit waktu untuk membuka lembar sejarah umat-umat yang dihidupkan oleh tuntunan wahju Ilahi itu, seperti Thomas Carlyle umapamnya, mengaku bahwa Nabi Muhammad itu bukan orang biasa dan kitab Al-Qur’an itu bukan hanya suatu hasil kesusastraan belaka.
Sesudah menjelir terakan, bahwa AI-Qur’an itu turun sebagai wahju kepada junjungan kita, sesudah ia menguraikan, bahwa susunan kata dan isinya diluar kekuasaan manusia, apalagi naekukasaan seorang yang tidak pandai menulis dan membaca, sesudah ia menerangkan, bagaimana Al-Qur’an itu dihormati, dipakai untuk tuntunan hidup, dibaca, diperlindungi oleh kaum Muslim sedunia sebagai kalam Allah yang suci, Thomas Carlyle mengemukakan: "Aku berani berkata, bahwa bukan aku tidak mengerti, apa sebabnya bangsa Arab sampai sekian tintanya kepada Al-Qur.an jikalau kamu sudah membacanya sekali Qur'an itu dengan baik, dan kemudian sesudah selesai bacaan itu, mulailah sifat-sifat kandungan Qur'an itu terbuka bagimu. Dan disinilah letaknya perlain- an Qur'an ini dengan hasil sesuatu kesusastraan.
Kalau sebuah buku keluar dari jlwa, nistajaa buku itu akan dapat menarik jlwa lain. Semua kesenian dan kecakapan pengarang akan tidak berarti dibandingkan dengan Qur'an itu. Orang rnenga- takan, bahwa sifat yang tertutama dari Al-Qur'an itu, ialah keich- lasan hati bahwa Qur'an itu keluar dari kemurnian kepercajaan. Aku tahu, bahwa Prideaux dengan teman-temannya menggambarkan Qur'an itu tidak lebih dari suatu kumpulan penipuan yang licin, sepasal demi sepasal disusun untuk membela dan membersihkan dosa pengarangnya; memupuk kegilaan hormat dan omongan ko. song, tetapi aku katakan, sungguh sudah datang masanya untuk membuang pikiran-pikiran yang semacam itu".
Sumber: Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh dalam buku "Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam)". halaman 12-16, Cetakan I, Januari Tahun 1966 M, Penerbit Tintamas, Jakarta
« Prev Post
Next Post »