Wali sufi besar, seperti Ibnu Arabi, tidak serta merta menjadi tokoh sentral yang dikagumi berbagai kalangan, tanpa diawali sebuah proses pendidikan, gemblengan mental, dan riyadhah yang luar biasa, didukung kecintaan yang luar biasa terhadap ilmu agama dan ilmu teologi. Aboebakar Atjeh, sempat menyinggung tentang dalam bukunya dengan menyatakan...
Pada akhir kitab Futhuhal Makkiyah, dalam sebuah sejarah hidup yang pendek mengenai Ibn Arabi dijelaskan, bahwa Ibn Arabi itu dilahirkan pada hari Senin, tujuh belas Ramadhan, tahun lima ratus enam puluh hijrah, di Marseille, dikala itu sebuah negeri Islam kerajaan Andaus, yang diperintah oleh Bani Umayah, terletak di sebelah timur Spanyol, suatu daerah yang penuh dengan pemandangan- pemandangan yang indah dan kebun buah-buahan dan bunga-bungaan yang cantik permai. Ibn Arabi dikenal orang di Andalusia dengan nama Ibn Suraqah
Ia mula-mula mempelajari Quran pada seorang ulama bernama Abu Bakar bin Khalaf di Seville, dan kemudian dalam usia tujuh tahun sudah mulai berkenalan dengan kitab "Al-Kafi" (apakah kitab Al-Kafi ini salah sebuah dari pada empat buah kitab Hadis dan fiqih Syi'ah?). Ia banyak juga meriwayatkan hadis dari Abul Hasan, Syuraih bin Muhammad bin Syuraih Ar-Ra'ini melalui ayahnya. Kitab ini dibaca dengan pimpinan seorang ulama Ali Abul Qasim Asy-Syarrath al-Qurthubi di Seville. Seville adalah juga salah satu kota yang terkenal disebelah barat Andalus; suatu kota yang dipagari batu dengan dua belas buah pintu, ditempuh dari Cordova selama empat hari perjalanan.
Diterangkan juga bahwa Ibn Arabi kemudian mempelajari kitab "At-Taisir lii Laddani" dari Ali Abu Bakar Muhammad bin Abi Jumrah. Selanjutnya ia pernah berguru kepada Ibn Zarqun, Abu Muhammad Abdul Haq al-Isybili al-Azdi, dan banyak ulama-ulama lain di timur dan di barat, tidak diketahui orang jumlanya.
Imam Sjamsuddin Ibn Musadda menerangkan dalam sejarah hidupnya. bahwa Ibn Arabi seorang yang cantik, seorang yang teliti, banyak mengetahui ilmu pengetahuan dalam segala bidang, tepat menangkap sesuatu dengan pikirannya, termasuk anak yang termaju dan terpintar dalam negerinya. Diantara gurunya disebutnya Ibn Zarqun, Ibnul Jad dan Abul Walid al-Hadhirami, di Maghrib pada Abu Muhammad bin Abdullah. Pernah juga bertemu dan bergaul dengan dia di Seville Abu Muhammad Abdul Mu'min bin Muhammad al-Khazraji, dan pernah belajar kepadanya Abu ja'far bin Musalli.
Ibn Musadda menerangkan juga, bahwa Ibn Arabi dalam mazhab ibadat mengaut paham Zahiri dan dalam i'tiqad paham Bathini, yang sangat diperdalamnya dan dilaksanakan menghidupkannya dalam karang-karangannya, yang dapat disaksikan oleh banyak cerdik pandai tentang kemajuannya dan tujuannya kemana ia hendak membawa ummat Islam
Ibn Arabi pernah juğa mengikuti pelajaran Hadis dari Abu Qasim Al-khazastani dan ulama-ulama lain, dan khusus mempelajari Salih Muslim pada Sjeikh Abul Hasan bin Abu Nasar dalam bulan Syawal th. 606 H. Konon ia mendapat juga ijazah umum dari Abu Thahir As-Salafi. Dalam ilmu tasawwuf penngetahuan Ibn Arabi sangat mendalam, sehingga banyak ia meninggalkan karang-karangannya dalam bidang itu, seperti kitab Al-Jami wa Tasfil fi Haqqiqat Tanzil, Al-Juzwatul Muqtabisah wa! Khatratul Mukhtasiroh, Kasidatul Ma'na fi Tafsiril Asma'il Husna, Kitabul Ma'arifil Ilahiyah dan lain-lain nama kitabnya yang kita sebutkan dalam bagian tersendiri mengenai karangannya.
Meskipun demikian perlu saja jelaskan disini tentang kitab" Fuutuhat yang acapkali kita dapati disebut secara ringkas dalam kitab-kitab tasawwuf. Ada dua kitab "Futuhat" karangan Ibn Arabi, sebuah bernama Futuhatul Makkiyah dan yang sebuah lagi bernama Futuhatul Madinah. yang acapkali disebut dengan keringkasan "Futuhat" itu ialah Futuhatul Makkiyah , bukan Futuhatul Madinah , yang hanya terdiri dari sepuluh lembar, ditulis pada waktu ia ziarah ke Madinah sebagai cuharan ilham. Kitab Futuhatul Makkiyah, yang sangat tebal merupakan kitab karja pokok dari Ibn Arabi. Dua kali kitab ini diringkaskan, pertama oleh Abdul Wahhab bin Ahmad Asj-Sja'rani (mngl. 973 H) yang dinamakan Laqaaihul Anwari Qudsiyah,kedua diringkaskan lagi menyadi kitab yang bernama Al-Kibritul Ahmar. Menurut Abu Thajjib Al-Madani (mngl. 955 H), keringkasan itu sama dengan aslinya.
Lain daripada itu ada sebuah kitab Ibn Arabi yang bernama Al-Ahadisul Qudsiyah ditulis di Mekkah th. 599 H., di kala ia tidak puas dengan hadis riwayat dari Jibril Fadlu'lill Arba'in, tetapi ia ingin menyelidiki isi hadis yang langsung datang dari Tuhan dengan tidak berperantaraan kepada Nabi Muhamad, yang dinamakan Hadis Qudsi. Maka dikumpulkanlah kedalam kitabnya itu kira-kira seratus satu Hadis Qudsi yang baik. Agaknya Hadis-hadis ini dipelajari dalam rangka menyelidiki hakikat dan ma'rifat, karena dalam Hadis Qudsi itu banyak di- bicarakan hubungan yang langsung antara Tuhan dengan Nabinya.
Keberangkatannya dari Marseille ke Seville terjadi dalam th. 593 H., kemudian ia pergi ke timur, sambil naik haji di Mekkah, dan tidak kembali lagi ke Andalus.
Banyak ulama-ulama yang memberikan ijazah kepadanya, diantaranya Hafiz As-Safa'i, Ibn Asa'kir dan Abul Faraj ibnal Jauzi. Ia pernah mengunjungi Mesir, kemudian tinggal beberapa waktu di Mekkah, mendatangi Baghdad, Mousil dan kota-kota Rumawi. Al-Munzir menerangkan, bahwa ia pernah memperoleh ilmu di Cordova dari Abul Qasim bin Bisykuwal dan ulama-ulama lain, kemudian mengelilingi negeri-negeri disekitarinya, diantaranya negeri-negeri pemerintahan Romawi. Cordova yang menarik hatinya itu adalah sebuah kota Andalus yang indah, berpagarkan tembok yang beratahkah batu upam dan marmar, kelilingnya tidak kurang dari tiga puluh ribu hasta, dan terdapat di dalamnya banyak sekali mesjid dan tempat mandi, seribu enam ratus buah mesjid dan sembilan ratus buah tempat mandi. Pintu gerbangnya ada tujuh buah yang besar. Demikian menurut keterangan Abul Fida' dalam kitabnya Taqwimul Buldan.
Menurut Ibnal Ibaranah banyak sekali ulama-ulama yang datang belajar kepadanya.
Setengah penulis sejarah mengatakan bahwa ia masuk ke Bagdad dalam th. 603 H. Ia diterima disana dengan penuh kehormatan karena ditagumi illmunya mengenai ma'rifat, mengenai jalan-jalan ahli hakikat, pengetahuannya mengenai riyadhah dan mujahadah, lidahnya yang lancar dan halus dalam menyampaikan ilmu tasawwuf, begitu juga ia dipuji oleh ulama-ulama Syam, Hejaz dan murid-murid pernah mendapat ilmu daripadanya dan melihat Nabi dalam mimpinya yang memuji akan Ibn Arabi. Dalam keterangan Ibnul jauzi kita dapati keterangan, bahwa Ibn Arabi menghafal lsmul A'zam dan bahwa ia beroleh ilmu yang pelik-pelik itu bukan secara belajar tetapi langsung sebagai ilham.
Ibn Najjar menerangkan, bahwa Ibn Arabi termasuk orang Sufi, ahli penyakit hati, ahli tharikat, banyak bergaul dengan orang-orang miskin, naik haji berkali-kali dan banyak sekali menulis kitab-kitab yang berfaedah bagi golongan tasawwuf. Syair-syairnya indah dan dalam, bahasanya halus dan menarik, dan Ibn Najjar pernah bergaul dengan Ibn Arabi dalam perjalanan ke Damaskus serta menerangkan kepadanya bahwa Ibn Arabi masuk ke Bagdad th. 601 H. dan tinggal disana dua belas hari, kemudian naik haji tahun 607 H. Ia menulis untuk Ibn Najjar sebuah syair sebagai berikut.
Selama engkau terkatung-katung, --o0o-- Diantara ilmu dan syahwat,
Engkau tidak akan beruntung, --o0o-- Berhubungan langsung tajalliyat.
Sebelum hidungmu mengeluarkan angin. --o0o-- Membersihkannya dari diri.
Janganlah engkau merasa ingin, --o0o-- Menghirup mencium bau kasturi.
Al-Khuli menerangkan, bahwa Ibn Arabi melihat ulama-ulama fiqh dalam mimpinya yang bertanya kepadanya, bagaimana keadaan keluarganya, lalu bersajdk demikian :
Dikala aku pulang membawa karung mas, --o0o-- Mereka tersenyum, mereka gembira,
Hilanglah bingung, hilanglah cemas, --o0o-- Sukacitanya tidak terkira.
Tetapi dikala berhampa tangan, --o0o-- Mereka mengecam, mereka menyerang,
Dinarhlah baginya angan-angan, --o-o-- Disitu terselip suka dan girang.
Sebuah karangan yang penting yang tidak dapat diselesaikannya ialah kitab Al-Tafsirul Kabir yang dikerijakan hanya sampai Surat Al-Kahfi, pada ayat yang berbunyi: "Kami ajarkan dia ilmu dari kami langsung (ladunna)". Pada ayat yang berisi rahasia Tuhan ini, ia meletakkan penanya yang masih basah, berhenti untuk selama-lamanya, ia kembali kepada Tuhan untuk tidak membuka rahasia Tuhan itu lebih banyak kepada manusia.
Inilah sejarah pendidikan wali yang banyak dikafirkan orang karena tidak mengenalnya. Kadang-kadang dibuat orang fitnah, misalnya dengan mengatakan, bahwa Izzuddin Abdussalam, seorang mufti besar Syafi'i, telah mengkafirkannya, tetapi sesudah diperiksa dengan seksama, ternyata ia tidak ada mengkafirkan Ibn Arabi. (Lihat. Khatimah Futuhatul Makkiyah, cetakan Darut Thaba’ah Al-Misriyah, Mesir, 1329 H.) Sebanyak orang yang mencela, sebanyak itu pula yang memuji Ibn Arabi. Qadii Qudah Syai'i yang terbesar dalam masanya, Syamsuddin Ahmad Al-Khuli, berbuat khidmat kepadanya sebagai seorang budak, Qadil Qudah Maliki mengawinkan anaknya kepada Ibn Arabi, dan banyak ulama mengarang sejarah hidupnya, yang tidak sampai kepada kita, seperti As-Safadi, As-Suyuthi dan Az-Zahabi.
« Prev Post
Next Post »