Abu Said Ahmad bin Isa al-Kharraz dari Baghdad merupakan seorang tukang sepatu, ia telah berjumpa dengan Dzun Nun al- Mishri, dan bersahabat dengan Bisyr al-Hafi dan Sari al-Saqathi. Dialah yag dianggap telah merumuskan doktrin mistik mengenai kelepasan (dari sifat-sifat manusiawi) dan kelanjutan (di dalam sifat-sifat Ilahi). Banyak buku-buku yang telah ditulisnya dan sebagian di antaranya masih bisa ditemukan pada saat ini. Tanggal kematiannya belum bisa dipastikan, mungkin antara tahun 279 H/892 M dan 286 H/899 M.
AJARAN ABU SAID AL-KHARRAZ
Abu Said al-Kharraz dijuluki sebagai “Lidah Sufisme”. Dia mendapat julukan demikian karena tidak seorang pun di dalam golongan sufi yang bisa menjelaskan kebenaran mistik seperti dia. Dia telah mengarang empat ratus buku dengan tema disasosiasi dan kekokohan dari segala macam pengaruh. Dan sesungguhnya dia adalah seorang tokoh yang sulit dicari tandingannya.
Abu Said al-Kharraz berasal dari Baghdad, pernah bertemu dengan Dzun Nun, dan bersahabat baik dengan Bisyr dan Sari al-Saqathi. Dialah tokoh sufi yang pertama sekali mengemukakan teori “Kelepasan” dan “Kelanjutan” dalam pengertian mistik dan memadatkan keseluruhan doktrinnya ke dalam dua istilah ini. Teolog-teolog tertentu penganut eksoterik tidak setuju dengan ajaran-ajarannya yang pelik itu, dan menuduhnya telah berbuat fitnah karena ucapan-ucapan tertentu yang mereka jumpai di dalam karya-karyanya. Terutama mereka mengecam “Kitab Rahasianya” khususnya satu bagian buku itu yang tidak bisa mereka pahami sebagaimana yang seharusnya. Di dalam bagian itulah Abu Said mengatakan.
“Seorang hamba Allah yang telah kembali kepada Allah, mentautkan dirinya kepada Allah, dan berada di dekat Allah, maka ia sama sekali lupa kepada dirinya sendiri dan segala sesuatu kecuali Allah, sehingga apabila engkau bertanya kepadanya, apa yang dicarinya maka tak sesuatu pun jawaban yang diucapkannya kecuali “Allah, Allah.”
Bagian lain di dalam karya-karya Abu Said al-Kharraz yang sering dikecam adalah pernyataannya berikut ini:
“Bila kepada salah seorang di antara tokoh-tokoh sufi ini ditanyakan, “Apakah yang engkau kehendaki?” maka jawabnya “Allah.” Bila dalam keadaan seperti ini setiap anggota tubuhnya bisa berkata-kata, maka semuanya akan mengatakan “Allah, Allah,” Karena setiap anggota dan sendi-sendi tubuhnya telah bermandikan nur Allah sehingga ia pun hanyut ke dalam Allah. Begitu dekat ia kepada Allah sehingga tak seorang pun bisa mengatakan “Allah di depannya. Karena segala sesuatu yang bergerak dari realitas kepada realitas dan dari Allah kepada Allah. Karena bagi manusia kebanyakan tidak sesuatu jua pun berasal dari Allah, maka bagaimanakah mereka bisa mengucapkan “Allah”. Di sinilah semua akal dari manusia-manusia yang berpikir berakhir di dalam ketakjuban.”
Abu Said al-Kharraz pernah pula berkata:
“Kepada semua manusia diberi pilihan, berada jauh atau dekat dari Allah. Aku sendiri memilih berada jauh dari Allah, karena aku tidak kuat menanggungkan beban kedekatan itu. Lukman juga pernah berkata: “Kepadaku diberi pilihan, kebijaksanaan atau kesanggupan untuk melihat kejadian di masa mendatang. Aku memilih kebijaksanaan karena aku tidak kuat menanggungkan beban dari kesanggupan melihat ke masa depan itu.”
Abu Said al-Kharraz mengisahkan mimpi-mimpi berikut ini:
Pada suatu ketika aku bermipi, dua malaikat turun dari langit dan bertanya kepadaku: “Apakah kesetiaan itu?” Aku pun menjawab, “Memenuhi perjanjian dengan Allah.” “Jawabanmu benar.” Malaikat-malaikat itu berkata dan keduanya terbang lagi ke atas langit.
Kemudian aku bermimpi bertemu dengan Nabi, Ia bertanya kepadaku: “Apakah engkau mencintaiku?” Aku menjawab, “Cintaku kepada Allah, membuatku tak sempat mencintaimu.” Kemudian Nabi berkata: “Barangsiapa mencintai Allah sesungguhnya ia mencintaiku pula.”
Dalam sebuah mimpi yang lain aku bertemu dengan Iblis. Aku mengambil sebuah tongkat untuk memukulnya. Tetapi seketika itu juga terdengar olehku seruan dari langit: “Ia tidak takut kepada tongkat itu, yang ditakutinya adalah cahaya di dalam hatimu.” Kemudian aku berkata kepada Iblis: “Kemarilah!” Si Iblis menjawab: “Apalah dayaku terhadapmu? Engkau telah mencampakkan sesuatu yang dapat kugunakan untuk menyesatkan manusia.” Apakah itu?” tanyaku. “Dunia,” jawabnya. Kemudian ketika meninggalkanku, ia menoleh ke belakang dan berkata: “Ada suatu hal kecil di dalam diri manusia yag dapat kugunakan untuk mencapai tujuanku, “Apakah itu?” aku bertanya. “Duduk bersama dengan para remaja,” jawab Iblis.
Ketika berada di Damaskus, sekali lagi aku bertemu dengan Nabi di dalam mimpi. Sambil ditopang oleh Abu Bakar dan Umar, Nabi menghampiriku. Ketika itu aku sedang meneyenandungkan sebait syair sambil menepuk- nepuk dada. Nabi berkata kepadaku: “Keburukannya lebih besar dari kebaikannya.” Yang dimaksudnya adalah bahwa seseorang jangan suka bersyair.
Abu Said al-Kharraz mempunyai dua orang putra. Salah seorangnya telah meninggal dunia. Pada suatu malam Abu Said al-Kharraz bermimpi bertemu dengan putranya yang telah meninggal dunia itu.
“Nak, apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu?” Abu Said al-Kharraz bertanya.
“Dia membawaku ke hadirat-Nya dan banyak memberi kebahagiaan kepadaku.” Jawab putranya.
“Nak, berilah aku petuah,” Abu Said al-Kharraz memohon kepada anaknya.
Putranya menjawab: “Ayah, janganlah berpikiran suram mengenai Allah."
“Lanjutkanlah!” pinta Abu Said al-Kharraz.
“Ayah, jika kukatakan niscaya engkau tidak akan sanggup melaksanakannya."
“Aku bermohon kepada Allah untuk menguatkan diriku,” jawab Abu Said al-Kharraz.
“Ayah, jangan biarkan sehelai benang pun memisahkanmu dari Allah.”
Diriwayatkan bahwa selama tiga puluh tahun sejak ia bermimpi itu hingga wafatnya, Abu Said al-Kharraz tidak pernah melupakan mimpinya itu.
« Prev Post
Next Post »