Jumat, 28 Juni 2024

Mengapa Tarekat Sufi Banyak Ditentang

Tarekat Sufi, merupakan ordo kesufian islam yang dipenuhi teka-teki dan menyimpan misteri yang hingga kini masih banyak diperdebatkan. Keunikan ini walaupun tidak terlalu sukar untuk dipahami bagi kalangan Sufi, namun tidak demikian dengan kelompok lain yang melihat sebuah tarekat dari sisi yang berbeda. Mungkin ini yang menjadi alasan mengapa Prof Dr H Aboebakar Atjeh ingin menjelaskan latarbelakang dari perbedaan ini. Kata Beliau...

Sebanyak orang yang menyetujui tarekat sebagai jalan untuk melatih dan membiasakan diri untuk melakukan segala amal ibadat yang dapat membersihkan manusia daripada sifat-sifat yang keji dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan, sebanyak itu pula orang tidak menganggap penting adanya tarekat-tarekat itu, karena katanya segala sesuatu telah terkandung dalam Islam sebagai suatu agama yang selengkapan-lengkapnya untuk kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Beberapa banyak alasan-alasan dikemukakan orang yang menentang cara bertarekat ini, di antara lain-lain ayat Qur'an

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

yang artinya : ''Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu akan agamamu dan telah Kusempurnakan untukmu nikmat-Ku dan Kurelakan Islam itu menjadi agamamu''. (Qur'an V : 30), sebuah firman Tuhan yang pernah diucapkan oleh Junjungan kita Muhammad saw pada Haji Wada' di padang Arafah, sebagai suatu ucapan untuk menyatakan penyelesaian tugasnya dan untuk penerangan bahwa segala sesuatu sudah sempurna di dalam Islam.

Untuk menentang tarekat-tarekat itu Syeikh Ahmad Khatib, salah seorang keturunan Indonesia berasal dari Minangkabau, ulama terbesar dan Mufti Syafi'i di Mekah, merasa perlu mengarang sebuah kitab yang tidak tipis, guna menyerang tarekat-tarekat yang salah yang dilakukan orang di Indonesia itu. Kitab ini bernama ''Izhar Zaghul Kazibin'' (Mesir, 1326 H). Isinya terutama mengemukakan tarekat Naksyabandiyah sangat menjadi pokok perhatian dan pembicaraannya, sehingga kitab itu disusul pula dengan beberapa risalah-risalah lain, yang berisi jawaban-jawaban atas kitab-kitab yang ditulis orang untuk mempertahankan tarekat-tarekat itu, terutama Naksyabandiyah, seperti yang sudah pernah kita sebutkan namanya kitab "Pertahanan Tarekat Naksyabandiyah", yang disusun oleh H. Jalaluddin dari Minangkabau.

Biar kita tidak turut campur dalam soal mendebat tentang tarekat ini, yang alasannya sangat berbelit-belit dan mendalam terutama untuk mereka yang hanya ingin mengetahui pokok-pokoknya saja.

Yang kita ingin kemukakan di sini beberapa hal yang menjadi garis besar, untuk mengetahui apakah alasan mereka yang menentang tarekat itu.

Salah satu firman Allah yang lain yang acapkali juga kita dengar dari mereka yang menentang tarekat ini ialah ayat Qur'an yang berarti: "Bahwa Agama Islam ialah jalan-Ku yang lurus. Ikutilah olehmu akan dia dan janganlah kamu mengikut akan jalan-jalan yang lain, karena yang demikian itu dapat mencerai-beraikan kamu daripada jalan-Ku ini. Inilah wasiat Tuhan untukmu, mudah-mudahan kamu takut kepada-Nya". (Qur'an VI: 153).

Selanjutnya banyaklah alasan-alasan, terutama dari riwayat-riwayat dikemukakan untuk menunjukkan bahwa tarekat-tarekat itu adalah pekerjaan-pekerjaan bid'ah, yang hanya diperbuatnya, tidak beralasan kepada Sunnah Nabi dan Sahabat-Sahabatnya, dan oleh karena itu menyalahi kitab Allah dan Sunnah Rasul. Soalnya berbalik-balik kepada menerangkan rukun Islam dan rukun Iman, sebagai yang kita dapati dalam ilmu Fiqih. Terutama dalam ulasannya uraian panjang lebar ditujukan kepada menerangkan zat dan sifat-sifat Tuhan menurut i'tikad Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yang biasa kita dapati dalam uraian Sifat Dua Puluh atau Ilmu Tauhid, dan ditolaknya semua uraian dan penyelesaian menurut istilah-istilah tarekat, seperti susunan insan dan sepuluh latifah, begitu juga penolakan terhadap kepada pemakaian zikir dalam berbagai bentuk guna menyampaikan diri kepada Allah, pembagian muraqabah-muraqabah yang dua puluh dan lain-lain pelajaran-pelajaran pelik sebagai yang terdapat dalam praktek tarekat-tarekat. Semua itu ditutup dengan firman "Apa yang didatangkan oleh Rasul kepadamu, ambillah dan kerjakanlah, dan apa yang dicegahnya, jauhkanlah dirimu daripadanya" (Qur'an XXI :7).

Mengenai syeikh yang mursyid golongan yang menentang ini telah putus sejak zaman Ghazali. Yang ada sekarang hanya guru-guru yang sekedar cukup saja pengetahuannya.

Mengenai talkin, peringatan, di antara lain-lain dikemukakan sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Yusuf Al-Kurdi, seorang yang salih, bahwa Sayyidina Ali pernah berkata kepada Nabi: "Tunjukkanlah daku akan sedekat-dekatnya jalan kepada Allah dan semudah-mudahnya dan seafdhal-afdhalnya pada sisi Allah". Maka jawab Nabi: "Yang paling baik apa yang telah aku katakan dan apa yang telah pernah dikatakan oleh Nabi-Nabi sebelumku, yaitu zikrullah: Bahwa tiada Tuhan hanya melainkan Allah".

Mereka yang menentang ini menyangkal adanya tingkat-tingkat yang dapat dicapai dengan zikir-zikir, menyangkal adanya kasyaf, adanya susunan tasawwuf dan rabithah dan menolak kebiasaan yang dilakukan oleh ahli tarekat dalam Islam, sampai kepada berkhalwat, mengasingkan diri dari masyarakat ramai, tidak memakan daging dan memakan yang enak-enak, yang katanya menjadi kebiasaan orang-orang Masehi dalam usaha menahan dirinya.

Berhubung dengan penahanan diri dari makan dan minum yang enak-enak ini dikemukakan suatu ceritera yang isinya, terambil dari "Kitab Ruhul Ma'ani" sbb.

Pada suatu hari Rasulullah memberi pelajaran kepada Sahabat-Sahabatnya dalam uraiannya itu menerangkan sifat-sifat manusia dan sifat-sifat hari kiamat demikian jitunya, sehingga orang-orang yang mendengarkannya itu sangat terharu dan tidak sedikit yang menumpahkan air mata. Konon sesudah pengajian itu, lalu berkumpullah sepuluh orang dari sahabat Nabi tersebut di rumah Usman ibn Mas’ud., Abu Zar Al-Ghiffari, Salim Maula, Abdullah bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman Al-Farisi, Ma’qal bin Maqrah dan orang yang punya rumah. Dalam pembicaraannya, mereka mengambil keputusan akan menjadi orang suci, akan terus puasa siang hari, akan tidak tidur di atas kasur, akan tidak makan daging dan minyak daging, akan tidak mendekati isteri-isterinya pada malam hari, akan tidak memakai minyak harum dan pakaian yang indah-indah, pendeknya akan meninggalkan kehidupan dunia ini, bahkan ada di antaranya yang lebih aneh yaitu akan memotong zakarnya atau kemaluannya, supaya tidak lagi mempunyai nafsu berahi.

Keputusan ini didengar oleh Nabi Muhammad yang dengan segera mendatangi tempat pertemuan itu di rumah Usman. Pada suatu riwayat di rumah Ummu Salamah. Kebetulan Usman tidak ada di rumah, yang ada ialah isterinya Ummu Hakim. Lalu Nabi bertanya kepadanya, apa benarkah ada pertemuan antara suaminya dengan Sahabat-Sahabat. Alangkah sedihnya hati Rasulullah dan murkanya terhadap keputusan-keputusan yang aneh yang telah diambil mereka itu. Tatkala Sahabat-Sahabat itu datang menemui Rasulullah, maka Rasulullah pun berkata : "Sesungguhnya aku tidak menyuruh kamu berbuat demikian itu. Kamu mempunyai kewajiban atas dirimu. Maka hendaklah kamu berpuasa dan berbuka. Kamu berjaga dan tidur. Karena aku pun berjaga dan beribadat dan tidur, dan berpuasa dan berbuka puasa dan makan daging, dan makan minyak daging dan mendatangi isteri-isteriku. Barangsiapa yang tidak suka kepada jalanku ini, maka tidaklah ia masuk golonganku". Lalu Rasulullah pun mengumpulkan orang-orang banyak dan berkhotbah terhadap mereka itu, di antara lain-lain ia berkata: "Apakah tidak aneh kelakuan-kelakuan orang yang mengharamkan pergaulan dengan isterinya, mengharamkan makanan dan harum-haruman, mengharamkan tidur dan menghilangkan syahwat dunia? Ketahuilah olehmu, bahwa aku tidak pernah menyuruh akan kamu menjadi qissin, ulama Nasrani atau ruhban, abid-abid dari golongan Nasrani, karena keadaan yang demikian itu tidaklah ada dalam agamaku. Tidak ada dalam agamaku meninggalkan nikmat dunia sebagai meninggalkan perhubungan dengan isterimu atau bertapa dalam khalwat, karena perjalanan umatku ialah puasa, dan ibadat mereka itu ialah jihad. Sembah olehmu akan Allah dan jangan kamu persekutukan Dia dengan sesuatu, kerjakanlah ibadah hajimu dan umrahmu, dirikanlah sembahyang dan keluarkanlah zakatmu.

Berpuasalah pada tiap-tiap bulan Ramadhan dan tetaplah beristiqamah atas yang demikian itu, agar engkau diistiqamahkan pula. Sesungguhnya banyaklah umat-umat yang telah binasa sebelum kamu karena bersangatan dalam urusan agamanya dan dalam menyakiti dirinya, maka Allah pun menyakiti mereka itu persepian dan tempat-tempat beribadat saja. Maka Tuhan menurunkan firman-Nya yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحَرِّمُوْا طَيِّبٰتِ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

"Hai mereka yang beriman. Janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah bagimu, dan janganlah kamu berlebih-lebihan, karena Allah tidak suka kepada mereka yang berlaku berlebih-lebihan itu" (Al-Qur'an V : 90)

Previous
« Prev Post

Artikel Terkait

Copyright Ⓒ 2024 | Khazanah Islam