Jumat, 28 Juni 2024

Konggres Tarekat Sufi Nasional di Indonesia

Sedikit literatur nasional yang membicarakan tentang sejah organisasi tarekat islam terbesar di Indonesia yang berada dibawah struktur Ormas Nahdhatul Ulama, yang dikenal dengan Jamiyah Tarekat Muktabarah An-Nahdhiyah. Prof Dr H ABoebakar Atjeh, tokoh muslim nasional menulis kisah awal dari organisasi tarekat ini dalam sebuah buku berjudul "Pengantar Ilmu Tarekat", pada saat membahas tentang Konggres Ilmu Kebatinan, yaitu JATMAN pada konnggres pertama yang diselenggarakan do kota Pekalongan Jawa Tengah. Beliau mengatakan...

Pada permulaan tahun 1960 di Pekalongan diadakan Kongres Kebatinan selama tiga hari tiga malam. Yang hadir tidak kurang daripada tiga ratus sembilan puluh empat utusan dari seluruh Jawa, dan juga terdapat seorang utusan dari Sulawesi. Selain daripada itu terdapat dua ratus enam belas utusan dari ulama-ulama biasa, di antaranya K.H.A. Wahab Hasbullah, K.H. Masykur, K.H. Hasan Basyri dan K.H. Musta’in (mgl. 1964) dari Partai Nahdlatul Ulama.

Resepsinya dihadiri di antara lain oleh KSAD Jenderal A.H. Nasution, beserta pembesar-pembesar dan pemimpin-pemimpin pergerakan.

Adapun tujuan Kongres ini, sebagai yang dinyatakan oleh K.H. Hafid Rembang dalam kata-kata pembukaannya, ialah 1. menguatkan tali persaudaraan Islam antara bermacam-macam gerakan tarekat, 2. memelihara dan menghormati pokok-pokok tarekat yang baik, 3. mempertahankan tasawwuf dalam pandangan umum, 4. memajukan Islam dalam daerah Indonesia.

Di antara keputusan kongres ini ialah mendirikan sebuah perkumpulan Sufi baru dengan nama Perkumpulan Ahli Tarekat Mu’tabarah. Di antara usul-usul yang dikemukan ialah meminta perhatian Pemerintah untuk memudahkan memasukkan kitab-kitab agama dari Mesir untuk pelajar-pelajar ilmu agama dan pemuda-pemuda Islam Indonesia.

Lebih menarik dalam pertemuan itu diadakan beberapa pandangan dan uraian mengenai masuknya tarekat-tarekat ke Indonesia. Diterangkan bahwa gerakan tarekat itu masuk ke Indonesia pada permulaan abad yang ke VII bersama-sama dengan masuknya Islam. Oleh karena aliran-aliran fiqh yang masuk ke Indonesia itu dan tersiar di sini kebanyakan dari mazhab Syafi’i, maka dengan sendirinya keadaan umat Islam Indonesia condong kepada ilmu tasawwuf. Kemudian ditambah oleh pembawaan rakyat Indonesia sendiri yang memang sudah berjiwa kebatinan itu, dengan mudah dan dengan keinsyafan menyiarkan ilmu-ilmu tarekat itu kepada umum.

Di antara tarekat yang mula-mula masuk ke Indonesia ini ialah tarekat Rifa’iyah di Aceh, yang sampai sekarang meninggalkan namanya dalam semacam musik rebana yang dinamakan rapai. Tarekat ini kemudian tersiar di Bantam di sebelah barat pulau Jawa. Umumnya di pulau Jawa seluruhnya banyak tersiar tarekat Qadiriyah yang pendirinya Abdul Kadir Jailani.

Di Sumatera Tengah, daerah alam Minangkabau tersiar tarekat Naksyabandiyah, terutama atas kegiatan Syeikh Ismail Al-Khalidi Al­Kurdi, dan oleh karena itu acapkali cabang tarekat tersebut dinamakan tarekat Naksyabandiyah Khalidiyah.

Kemudian ada pula semacam tarekat masuk ke Indonesia, yaitu tarekat Khalawatiyah, yang mula-mula disiarkan di Bantam oleh Syeikh Yusuf Al-Khalawati Al-Makasari, ketika itu dalam kedudukan panglima perang Sultan Bantam, di hari-hari pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Syeikh ini pernah berlayar untuk hubungan dengan alam-alam Islam di luar Indonesia, sehingga ia pernah datang mengunjungi Yaman, Hejaz, Syam, Istambul dan bertemulah dengan banyak ahli-ahli sufi dan tarekat di negara itu, sehingga ia banyak juga menambah ilmu pengetahuannya dari mereka. Syeikh Yusuf ini adalah salah seorang kepala pemberontak melawan penjajahan Belanda, maka oleh karena itu ia ditangkap dan dibuang ke Ceylon, kemudian dipindahkan ke kota Capstad, di sebelah Afrika Selatan, dan meninggal di sana sebagai pahlawan agama dan tanah air.

Yang aneh bahwa kuburannya juga terdapat di Sulawesi Selatan, dalam sebuah desa bernama Lakiung, dekat Goa, Makasar. Kuburan ini ramai sekali diziarahi orang, dan pada pintu gedung yang dibuat untuk melindungi kuburan itu tercatat "Syeikh Yusuf Tuanku Salamaka. Lahir 1626, pergi haji 1644, diasingkan dari Bantam ke Ceylon 1683, dipindahkan dari Ceylon ke Kaap de Goede Hoop 1694, wafat 23-5-1699 dan dikubumikan 23-5-1703 di Lakiung (Goa)".

Adapun tarekat Syattariyah terutama disiarkan oleh Syeikh Abdurrauf Singkil di Aceh pada hari-hari pemerintahan Sultan Iskandar Muda, dan padanya berguru di antara lain Syeikh Burhanuddin Ulakan di Sumatera Tengah, yang kemudian menyiarkan ajaran tarekat ini di seluruh pesisir barat. Pusatnya gerakan itu ada di tempat tinggal gurunya yaitu di Ulakan di salah satu tempat dekat kota Pariaman. Sementara itu tersiar pula lah pada hari-hari tersebut tarekat Naksyabandiyah di sebelah barat dan di daerah-daerah pegunungan Minangkabau.

Ulama-ulama yang datang dari Hadramaut ke Indonesia membawa dua tarekat baru, pertama tarekat Al-Aidrusiyah dan tarekat Al-Haddadiyah

Previous
« Prev Post

Artikel Terkait

Copyright Ⓒ 2024 | Khazanah Islam