Minggu, 23 Juni 2024

Meluruskan Persepsi Seputar Ibnu Arabi

Berbicara seputar Ibnu Arabi, muncul berbagai pandangan dan pemikiran dari berbagai kalangan, baik yang pro ataupun yang kontra dengan pemikiran beliau. Dari sekian banyak literatur yang berkembang, Prof Dr. Aboebakar Atjeh berusaha meluruskan berbagai pandangan miring, bahkan tidak sesuai dengan perilaku dan pemikiran tasawuf Ibnu Arabi. Dalam ini, Aboebakar Atjeh mencoba meluruskan aneka persepsi dengan bertanya: Siapakah Ibnu Arabi?

Suatu kekeliruan yang diperbuat oleh pengarang-pengarang Barat dan Timur mengenai sejarah hidup Ibn Arabi ialah mencampur adukkan antara dua nama yang hampir sama, yaitu Ibn Arabi dan Ibn Al ’Arabi. Yang pertama, yaitu Ibn Arabi, ialah pribadi yang kita bicarkan dalam buku ini, yaitu seorang tokoh filsafat agama serta tasawwuf yang termasuk pencipta ilmu kebatinan. Adapun yang kedua, Ibn Al ’Arabi, yaitu seorang Qadhi dan seorang ahli hukum, yang pernah menyabat pekerjaan qadhi itu di Seville di SpanyoI atau Andalusia, bernama lengkap Abu Bakar Ibn Al ’Arabi. Ibn Arabi sebagai tokoh filsafat dan tasawwuf yang kita bicarkan sekarang ini bernama Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah al-Hatimi, lahir di Murcia di Spanyol atau Andalusia. Sebagaimana kita katakan, di Barat ia terkenal dengan nama Ibn Al-’Arabi, suatu nama yang keliru, dan di Andalusia ia disebut Ibn Suraqah, sedang di Timur, yaitu di daerah Abbasiyah, ia disebut Ibn Arabi.

S.A.Q. Husaini, M.A., dalam bukunya Ibn Al-'Arabi, The Great Muslim Mystic and Thinker (Lahore, 1931), menceritakan bahwa ayahnya bernama Ali tidak punya anak beberapa lamanya. Pada suatu hari konon ayahnya itu bertemu dengan seorang wali Abdul Qadir Jailani, yang juga bernama Muhyiddin, dan meminta dengan perantaraannya mendo’akan, agar ia dianugerahi seorang anak laki-laki. Maka Syeich Abdul Qadir Jailani, yang sudah mendekati akhir umurnya, meminta kepada Tuhan agar Ali beroleh seorang anak laki-laki, dan memesan kepadanya supaya anak yang akan lahir itu diberi bernama Muhyiddin, pembangkit agama.

Dongeng ini menceritakan juga, bahwa Syeich Abdul Qadir Jalani sudah menggambarkan, bahwa anak Ali yang akan lahir itu akan menyadi orang besar dan wali dalam Ilmu Ketuhanan.

Dengan demikian pada hari Senin, tanggal 17 Ramadhan tahun 560 H. (29 juli 1165), lahirlah di Marseille, suatu negeri dalam wilayah Andalusia, seoarang anak laki-laki, yang kemudian tumbuh menjadi seorang besar, seorang wali, seorang ahli filsafat Islam, seoarang ahli hakikat dan ma’rifat dalam tasawuwf, yang tidak ada taranya. Dengan ucapan-ucapannya dan penanyanya membina suatu tembok ‘aqidah dalam dunia tasawwuf, yang menggemparkan seluruh dunia Islam.

Disebut orang juga, bahwa Marseille di kala itu sebuah kota Islam yang dibangun dalam masa pemerintahan Bani Umaiyah, terletak disebelah Timur Andalusia, beroleh kehormatan menampung bayi calon wali besar itu. Kota Marseille sangat indah, penuh dengan taman-taman bunga dan pemandangan-pemandangan alam yang permai, dengan penduduknya yang terdiri dari umat-umat Islam Andalusia yang berakhlak dan berbudi baik. Kemajuan ilmu pengetahuan disana merupakan persaingan terhadap kota Seville dan Granada, yang terletak disebelah Barat Andalusia.

Anak yang tumbuh dalam keindahan alam itu merupakan kesayangan orang tuanya yang tidak terbatas. Ia menghirup udara yang luas dan bersih, mengasah matanya dengan lukisan alam yang indahnya tidak terperi, jelitanya tidak terkatakan, bunga-bunga dalam taman yang aneka warna, burung-burung margasatwa yang kicauannya berbagai ragam, semuanya rupanya turut membentuk ketumbuhan pribadi Ibn Arabi, penyemurnaan sifat- sifat dan akhlak yang pernah dimiliki oleh suku At-Tha'i ke dalam suku mana termasuk nenek moyang Muhyiddin, yang turut membangun tanah dan peradaban Andalusia Islam. Ada pengarang berpendapat, bahwa ayah Ibn Arabi dikala hidupnya adalah seorang tukang kayu, yang berasal dari daerah Maria, dan tinggal di Seville sampai tahun 597 H.

Sejak kecil Muhyiddin adalah seorang anak yang baik sekali tingkah lakunya, ia memperlihatkan sikap yang salih dan taat dalam melakukan ibadat, ia menunjukkan budi pekerti yang luhur dan perangai yang mulia dalam pergaulan. Ia teliti sekali dalam mempelajari sesuatu, serta tidak mau berhenti ditengah-tengah pelajaran.

Otaknya sangat cerdas dan tajam, ia seorang yang menggunakan akal dan iman dengan sesungguh-sungguhnya.

Pada waktu mudanya ia bekerja keras mengumpulkan ilmu pengetahuan, yang digunakannya pada hari-hari tuanya untuk mengajar dan mengarang buku-buku yang akan kita bicarakan nanti dalam bahagian lain. la menguasai bahasa dan kesusasteraan Arab yang berjiwa hidup dengan susunan kalimat yang indah-indah, penuh ibarat dan hikmat, yang sukar dikupas dan ditafsirkan orang karena mendalam dan melaut isinya. Sajak-sajak dan susunan kalimatnya berjalan dan berpilin dengan ayat-ayat Quran, hadis-hadis Nabi, ucapan-ucapan fuqaha' dan hukuma', tertuang dalam benluk-benluk irama ilmu alat, sehingga menyukarkan memahaminya bagi mereka yang tidak all round, tidak sempurna ilmuanya dalam segala bidang Islam. Karangan-karanganya sukar dipahami jika tidak dibaca berulang-ulang, dikunyah bertubi-tubi, letak lemaknya tidak dalam kata yang terurat tetapi dalam sulaman yang tersirat. Baik dalam karangan prosa, yang disusun dengan kalimat- kalimat yang indah dan berisi, maupun dalam gubahan puisi yang dicurahkan dalam bentuk sajak berirama, kelihatan keindahan dan keahlinya dalam karang- mengarang dalam mengemukakan serta mengupas sesuatu persoalan, yang bersifat bukan menikam otak tapi menusuk jiwa dan perasaan. Gubahan-gubahan yang bersifat demikian itulah, yang olehnya sendiri dikatakan langsuag diterima daripada Tuhan, memasyhurkanya dalam dunia ilmu pengetahuan Islam, dan yang oleh orang-orang Sufi disamakan nilainya dengan suara-suara suci, yang terpancar ke luar dari kepribadian Ibn Arabi yang khas.

Inilah yang menyebabkan Prof. A.J. Arberry dari Pembroke College, Cambridge, dikala menyambut publikasi beberapa karangan Ibn Arabi oleh Osmania Oriental Publications Bureau, Hyderabad, Decan, 1949, menghamburkan pujaannya : "The shadow cast by Ibn al-Arabi's brilliant mind is seen to lengthen, as each successive publication on his writings discloses more and more of his personality and achevements. The pages which follow provide a feast of new material for the delectation of the ardent researcher."

Sumber : Aboebakar Aceh, Ibnu Arabi: Tokoh Tasawuf dan Filsafat Agama, Penerbit Tintamas jakarta, hal. 7-13. Dimutakhirkan ke Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), oleh Muhamad Abdullah Amir

Previous
« Prev Post

Artikel Terkait

Copyright Ⓒ 2024 | Khazanah Islam